×

Iklan


Jelang PSU DPD di Sumbar, Iman Gusman: "Tak ada yang Ditutupi"

20 Juni 2024 | 21:03:14 WIB Last Updated 2024-06-20T21:03:14+00:00
    Share
iklan
Jelang PSU DPD di Sumbar, Iman Gusman: \"Tak ada yang Ditutupi\"
Irman Gusman menyatakan tidak ada yang ditutupi soal masalah hukum yang pernah dialaminya

Tak dapat akal lagi, Pemilihan Suara Ulang (PSU) untuk 18 orang Calon Anggota DPD RI harus dilakukan sesuai amar putusan Mahkamah Konstitusi setelah Irman Gusman menggugat pencoretan namanya dari Daftar Calon Tetap. Salah satu syarat, Irman mesti mengumumkan perihal dirinya pernah dipidana. “No problem, kita umumkan,” kata Irman. Nah!

 

Padang, Khazanah –Mantan senator H. Irman Gusman membantah kalau dirinya menutupi perihal dirinya pernah dipidana dengan vonis Mahkamah Agung nomor 97 PK/Pid.Sus/2019. Ia menyebutkan bahwa tidak ada yang ditutupi, “Kan semua orang sudah tahu soal itu,” kata Irman Gusman kepada pers Kamis siang di Padang.

    Bahkan, kata Irman, karena  dalam putusan majelis hakim Mahkamah Konstitusi dinyatakan Pemilihan Suara Ulang (PSU) untuk DPD RI di daerah pemilihan Sumatera Barat harus dilakukan yang salah satu syaratnya Irman harus mengumumkan soal status pernah terpidana itu.

    “Ya, untuk memenuhi ketentuan itu kita umumkan, tidak ada masalah,” kata dia dalam pertemuan dengan para wartawan yang difasilitasi oleh tim IG Center didampingi oleh mantan komisioner KPU Izwaryani dan wartawan senior Hasril Chaniago.

    "Saya ingin taat hukum dan saya ingin proses hukum itu dilakukan sebagaimana prosedurnya. Mengumumkan jati dirinya pernah dipidana untuk mengikuti proses PSU calon anggota DPD RI, saya tidak mempersoalkannya bahkan amar putusan Mahkamah Konstitusi tersebut justru menjadi kesempatan bagi saya untuk berbicara banyak kepada publik. Toh  tanpa mengumumkan sekalipun, masyarakat di Ranah Minang juga sudah mengetahui latar belakang termasuk kasus yang pernah saya alami,” ujar putra tokoh Muhammadiyah Sumbar, H.Gusman Gaus ini.

    Irman Gusman disebut oleh mantan Ketua MK, Hamdan Zoelva sebagai pembuat terobosan, karena ia satu-satunya yang membuat Pemilihan Suara Ulang (PSU) dilakukan se provinsi. Biasanya PSU hanya berlaku untuk beberapa TPS atau beberapa desa saja.

    Hamdan Zoelva menyebut putusan MK atas perkara Irman Gusman merupakan putusan yang landmark decision. Dijelaskannya, Irman maju mengajukan gugatan bukan sebagai calon di Pileg DPD Dapil Sumbar tetapi baru bakal calon. (Landmark decisions adalah putusan yang dibuat sebagai precedent karena tidak ditampung oleh peraturan yang ada atau putusan yang menyimpang dari UU karena diperlukan demi keadilan dan putusan itu diterima oleh publik dalam penerapan hukum.)

    “Saya kira baru pertama di Indonesia seorang bakal calon diberi legal standing sengketa pemilu. Kalau pilkada memang sering tapi sengketa pemilu baru pertama kali,” kata Hamdan seperti dilansir laman sindonews.com.

    Dari sisi putusan, lanjut Hamdan, juga baru pertama kali terjadi di Indonesia. “Satu dapil, satu provinsi harus dilakukan pemungutan suara ulang. Jadi menurut saya itu (keputusan MK) keputusan yang luar biasa. Saya memberi apresiasi yang sangat tinggi kepada MK yang mengambil putusan itu,” ungkapnya.

    MK memiliki alasan yang cukup untuk mengabulkan permohonan Irman Gusman. Dijelaskannya, sebelum proses pemungutan suara sudah ada putusan PTUN yang membatalkan SK daftar calon tetap (DCT) anggota DPD RI Dapil Sumbar. PTUN juga sudah meminta eksekusi kepada KPU untuk melaksanakan putusan mereka.

    Sayangnya KPU tetap tidak mau menjalankan putusan PTUN tersebut. “Saat dilaporkan ke DKPP pun para komisioner KPU dikenai sanksi etik, teguran keras. Padahal Ketika putusan keluar, masih ada kesempatan bagi KPU untuk mengeksekusi putusan PTUN dengan memasukkan Irman Gusman ke DCT. Ini pelanggaran (KPU) yang sangat nyata,” kata Hamdan.

    Soal Pidana

    Menyangkut soal pidana yang dijalaninya ketika divonis oleh PN Jakarta Pusat No. 112/Pid.Sus/TPK/2016/PN. Jkt. Pst. tanggal 20 Februari 2017, Irman menyebutkan dirinya dipersalahkan melanggar pasal 12 b UU 31/1999. Irman dianggap merugikan keuangan negara dan menyalahgunakan wewenang.

    Merasa tidk menyalahgunakan wewenang dan merugikan keuangan negara, Irman mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Hasilnya: dasar pertimbangan vonis PN Jakpus itu diubah menjadi pasal gratifikasi. Putusan PK nomor 97 PK/Pid.Sus/2019 membatalkan vonis PN Jakpus.

    Iman Gusman dan didukung sejumlah guru besar serta pakar hukum secara pro-bono melakukan upaya mencari keadilan terus. “Bahkan sampai dilakukan eksminasi atas putusan-putusan hukum yag dijatuhkan kepada Irman,” kata pakar hukum dari Unand, Prof. Busyra Azheri yang kemarin juga hadir pada jumpa pers tersebut di Restoran Suasso, Padang.

    Karena vonis perkara PK itu mengarahkan Irman untuk dipersalahkan melanggar pasal gratifikasi, sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 16 UU 30/2002 tentang KPK, Penerima gratifikasi wajib melaporkan pemberian gratifikasi kepada KPK untuk ditetapkan status kepemilikan pemberian tersebut apakah menjadi milik penerima atau milik negara.

    Perkara yang membawa Irman sampai ke penjara Sukamiskin di Bandung itu adalah adanya pemberian uang sebesar Rp100 juta oleh Meme, seorang pedagang gula di Padang yang datang ke rumah Irman di Jakarta. Entah bagaimana ketika itu sudah datang saja tim KPK dan menyatakan melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) tentang adanya upaya suap kepada Irman. Irman langsung ditahan, dan uang Rp100 juta disita KPK.

    “Nah, saya paham lah soal mana gratifikasi mana yang bukan. Karena saya divonis menerima gratifikasi, padahal menurut ketentuan pasal 16 UU 30 tahun 2002 tentang KPK, disebutkan bahwa pemberian yang ditengarai sebagai gratifikasi itu harus dilaporkan ke KPK untuk memastikan apakah itu pemberian itu boleh diterima atau menjadi milik negara. Saya tidak diberi kesempatan untuk melaporkan itu, lantaran sudah keburu ditahan dan uangnya disita KPK,” kata Irman panjang lebar.

    Atas saran dari para pakar hukum sahabatnya, Irman berencana akan mengajukan PK lagi ke Mahkamah Agung dengan novum (alat bukti baru) yakni tidak diberikannya hak melaporkan barang pemberian itu kepada KPK untuk memastikan itu gratifikasi atau bukan.

    “Saya berharapan dengan novum itu, PK akan dikabukan MA dan majelis hakim akan memutus saya bebas murni,” ujar dia.

    Menyangkut PSU yang dihadapi dalam waktu dekat ini, Irman menyatakan akan mengikutinya dengan baik. Dirinya tidak dalam posisi berlawanan dengan para bakal senator yang sudah terpilih pada Pemilu Februari lalu. “Tidak, saya tidak dalam posisi itu, ini hanya soal bagaimana menegakkan keadilan dan meluruskan jalannya KPU,” ujarnya.  (eko)