Irman Gusman menyatakan tidak ada yang ditutupi soal masalah hukum yang pernah dialaminya |
Tak dapat akal lagi,
Pemilihan Suara Ulang (PSU) untuk 18 orang Calon Anggota DPD RI harus dilakukan
sesuai amar putusan Mahkamah Konstitusi setelah Irman Gusman menggugat
pencoretan namanya dari Daftar Calon Tetap. Salah satu syarat, Irman mesti
mengumumkan perihal dirinya pernah dipidana. “No problem, kita umumkan,” kata
Irman. Nah!
Padang, Khazanah –Mantan senator H. Irman Gusman membantah
kalau dirinya menutupi perihal dirinya pernah dipidana dengan vonis Mahkamah
Agung nomor 97 PK/Pid.Sus/2019. Ia menyebutkan bahwa tidak ada yang ditutupi, “Kan
semua orang sudah tahu soal itu,” kata Irman Gusman kepada pers Kamis siang di
Padang.
Bahkan, kata Irman,
karena dalam putusan majelis hakim Mahkamah
Konstitusi dinyatakan Pemilihan Suara Ulang (PSU) untuk DPD RI di daerah
pemilihan Sumatera Barat harus dilakukan yang salah satu syaratnya Irman harus
mengumumkan soal status pernah terpidana itu.
“Ya, untuk memenuhi
ketentuan itu kita umumkan, tidak ada masalah,” kata dia dalam pertemuan dengan
para wartawan yang difasilitasi oleh tim IG Center didampingi oleh mantan komisioner
KPU Izwaryani dan wartawan senior Hasril Chaniago.
"Saya ingin taat hukum dan saya ingin
proses hukum itu dilakukan sebagaimana prosedurnya. Mengumumkan jati dirinya
pernah dipidana
untuk mengikuti proses PSU calon anggota DPD RI, saya tidak mempersoalkannya bahkan amar
putusan Mahkamah Konstitusi tersebut justru menjadi kesempatan bagi saya untuk berbicara
banyak kepada publik. Toh tanpa mengumumkan sekalipun, masyarakat di
Ranah Minang juga sudah mengetahui latar belakang termasuk kasus yang pernah saya alami,” ujar putra tokoh Muhammadiyah
Sumbar, H.Gusman Gaus ini.
Irman Gusman disebut
oleh mantan Ketua MK, Hamdan Zoelva sebagai pembuat terobosan, karena ia
satu-satunya yang membuat Pemilihan Suara Ulang (PSU) dilakukan se provinsi.
Biasanya PSU hanya berlaku untuk beberapa TPS atau beberapa desa saja.
Hamdan Zoelva menyebut putusan MK atas perkara
Irman Gusman merupakan putusan yang landmark
decision. Dijelaskannya, Irman maju mengajukan gugatan bukan sebagai calon
di Pileg DPD Dapil Sumbar tetapi baru bakal calon. (Landmark decisions adalah putusan yang dibuat sebagai precedent
karena tidak ditampung oleh peraturan yang ada atau putusan yang menyimpang
dari UU karena diperlukan demi keadilan dan putusan itu diterima oleh publik
dalam penerapan hukum.)
“Saya kira baru pertama di Indonesia seorang
bakal calon diberi legal standing sengketa pemilu. Kalau pilkada memang sering
tapi sengketa pemilu baru pertama kali,” kata Hamdan seperti dilansir laman sindonews.com.
Dari sisi putusan, lanjut Hamdan, juga baru
pertama kali terjadi di Indonesia. “Satu dapil, satu provinsi harus dilakukan
pemungutan suara ulang. Jadi menurut saya itu (keputusan MK) keputusan yang
luar biasa. Saya memberi apresiasi yang sangat tinggi kepada MK yang mengambil
putusan itu,” ungkapnya.
MK memiliki alasan yang cukup untuk
mengabulkan permohonan Irman Gusman. Dijelaskannya, sebelum proses pemungutan
suara sudah ada putusan PTUN yang membatalkan SK daftar calon tetap (DCT)
anggota DPD RI Dapil Sumbar. PTUN juga sudah meminta eksekusi kepada KPU untuk
melaksanakan putusan mereka.
Sayangnya KPU tetap tidak mau menjalankan
putusan PTUN tersebut. “Saat dilaporkan ke DKPP pun para komisioner KPU dikenai
sanksi etik, teguran keras. Padahal Ketika putusan keluar, masih ada kesempatan
bagi KPU untuk mengeksekusi putusan PTUN dengan memasukkan Irman Gusman ke DCT.
Ini pelanggaran (KPU) yang sangat nyata,” kata Hamdan.
Soal Pidana
Menyangkut soal pidana
yang dijalaninya ketika divonis oleh PN Jakarta Pusat No. 112/Pid.Sus/TPK/2016/PN.
Jkt. Pst. tanggal
20 Februari 2017, Irman
menyebutkan dirinya dipersalahkan melanggar pasal 12 b UU
31/1999. Irman dianggap merugikan
keuangan negara dan menyalahgunakan wewenang.
Merasa tidk menyalahgunakan wewenang dan merugikan keuangan negara, Irman mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Hasilnya: dasar pertimbangan vonis PN Jakpus itu diubah menjadi pasal gratifikasi. Putusan PK nomor 97 PK/Pid.Sus/2019 membatalkan vonis PN Jakpus.
Iman Gusman dan
didukung sejumlah guru besar serta pakar hukum secara pro-bono melakukan upaya
mencari keadilan terus. “Bahkan sampai dilakukan eksminasi atas putusan-putusan
hukum yag dijatuhkan kepada Irman,” kata pakar hukum dari Unand, Prof. Busyra Azheri yang
kemarin juga hadir pada jumpa pers tersebut di Restoran Suasso, Padang.
Karena vonis perkara
PK itu mengarahkan Irman untuk dipersalahkan melanggar pasal gratifikasi,
sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 16 UU 30/2002
tentang KPK, Penerima gratifikasi wajib melaporkan pemberian gratifikasi kepada KPK untuk
ditetapkan status kepemilikan pemberian tersebut apakah menjadi milik penerima
atau milik negara.
Perkara yang membawa
Irman sampai ke penjara Sukamiskin di Bandung itu adalah adanya pemberian uang
sebesar Rp100 juta oleh Meme, seorang pedagang gula di Padang yang datang ke
rumah Irman di Jakarta. Entah bagaimana ketika itu sudah datang saja tim KPK
dan menyatakan melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) tentang adanya upaya suap
kepada Irman. Irman langsung ditahan, dan uang Rp100 juta disita KPK.
“Nah, saya paham lah
soal mana gratifikasi mana yang bukan. Karena saya divonis menerima
gratifikasi, padahal menurut ketentuan pasal 16 UU 30 tahun 2002 tentang KPK,
disebutkan bahwa pemberian yang ditengarai sebagai gratifikasi itu harus
dilaporkan ke KPK untuk memastikan apakah itu pemberian itu boleh diterima atau
menjadi milik negara. Saya tidak diberi kesempatan untuk melaporkan itu,
lantaran sudah keburu ditahan dan uangnya disita KPK,” kata Irman panjang
lebar.
Atas saran dari para pakar
hukum sahabatnya, Irman berencana akan mengajukan PK lagi ke Mahkamah Agung
dengan novum (alat bukti baru) yakni tidak diberikannya hak melaporkan barang
pemberian itu kepada KPK untuk memastikan itu gratifikasi atau bukan.
“Saya berharapan
dengan novum itu, PK akan dikabukan MA dan majelis hakim akan memutus saya bebas
murni,” ujar dia.
Menyangkut PSU yang
dihadapi dalam waktu dekat ini, Irman menyatakan akan mengikutinya dengan baik.
Dirinya tidak dalam posisi berlawanan dengan para bakal senator yang sudah
terpilih pada Pemilu Februari lalu. “Tidak, saya tidak dalam posisi itu, ini
hanya soal bagaimana menegakkan keadilan dan meluruskan jalannya KPU,” ujarnya. (eko)