Ilustrasi. NET |
Jakarta, Khazminang.id-- Sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, disebutkan bahwa tahapan Pilpres 2024 oleh KPU akan dimulai bulan Juli tahun 2022 atau 20 bulan sebelum pencoblosan pada bulan Maret tahun 2024.
Sementara ambang batas pemilihan presiden atau presidential threshold untuk
dapat mencalonkan calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah 20% kursi DPR
RI, atau setidaknya 115 Kursi DPR RI.
Pilpres 2024 ini dinilai juga akan mempengaruhi perolehan kursi parlemen, baik
DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kota/kabupaten, bahkan mempengaruhi pilgub dan
pilkada kota/kabupaten karena efek ekor jas atau coattail efect.
"Sehingga hampir bisa dipastikan, masing-masing partai koalisi akan
berebut memaksakan kadernya menjadi capres atau cawapres," kata Mochtar
Mohamad, mantan Ketua Deklarasi Presiden tahun 2009 Capres dan Cawapres
Megawati-Prabowo dalam keterangan tertulisnya, Senin 19 April 2021.
Efek ekor jas, kata dia, akan berdampak pada perolehan kursi di parlemen. Dapat
juga diprediksi, semua partai yang mengusung kader dalam Pilpres 2024 akan
lolos parliamentary threshold, atau ambang batas untuk dapat
masuk ke parlemen.
Menurut Mochtar, partai yang tidak mampu mengusung kader pada Pipres 2024
berpotensi besar tidak lolos parliemantary
threshold atau
akan hilang dari parlemen. "Karena setiap partai menginginkan dampak
pengaruh ekor jas pencalonan presiden. Jika kita melihat perkembangan politik
hari ini, maka arah koalisi pilpres dapat teridentifikasi pada empat poros
gravitasi politik," katanya.
Dia memprediksi muncul sejumlah poros pada Pilpres 2024. Poros pertama adalah
Poros Teuku Umar (Megawati Soekarno Putri). PDI Perjuangan saat ini sudah
memenuhi persyaratan pencalonan presiden. PDI Perjuangan saat ini memiliki 128
Kursi di DPR yang mana ambang batas minimal untuk mencalonkan calon presiden
adalah 115 kursi DPR.
Menurut dia, calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) dari PDI
Perjuangan akan ditentukan oleh ketua Umum PDI Perjuangan Megawati
Soekarnoputri, sesuai dengan amanat kongres Partai PDI Perjuangan tahun 2019 di
Bali.
"Sebagai satu-satunya partai yang sudah dapat mengusung capres sendiri,
maka Poros Teuku Umar akan menjadi gravitasi utama pada gelaran pilpres
2024," kata Mochtar.
Dia memprediski partai-partai lain yang tidak memiliki kader untuk nyapres, besar kemungkinan akan merapat bersama Poros Teuku Umar.
Poros kedua dikatakannya adalah Poros Hambalang (Prabowo Subianto). Partai
Gerindra saat ini hanya memiliki 75 Kursi di DPR dan masih harus melakukan
koalisi dengan partai lain apabila ingin mencalonkan pasangan capres.
Menurut Mochtar, jika melihat kemesraan Partai Gerindra ke belakang maka
koalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mungkin saja bisa berulang
kembali. Saat ini PKS memiliki 50 kursi di DPR.
Jika partai lain harus bergabung dengan poros Hambalang, kata dia, partai yang
mungkin adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kedekatan kader Gerindra,
Sandiaga Uno dan Ketua Umum PPP Suharso Manoarfa bisa menjadi kunci merapatnya
kubu PPP ke poros Hambalang.
PPP saat ini memiliki 19 kursi di DPR, artinya jika ketiga partai sepakat
membentuk koalisi, maka akan berjumlah 144 Kursi. "Dari ketiga partai
tersebut, kemungkinan besar nama capres dan cawapres yang muncul adalah Prabowo
subianto, Sandiaga Uno, kemudian Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Ketua Umum PPP
Suharso Manoarfa, serta Menteri BUMN Erik Tohir juga bisa masuk dalam poros
Hambalang," tuturnya.
Untuk PPP, lanjut dia, bisa saja bergeser dengan poros Teuku Umar, mengingat kedekatan Megawati Soekarno Putri dengan ketua umum PPP Soeharso Monarfa.
Mochtar melanjutkan, poros ketiga adalah Poros Cikeas (SBY). Kubu Cikeas dengan
partai Demokrat tampaknya telah mempersiapkan putra mahkota sebagai calon
Presiden atau calon wakil presiden di tahun 2024.
Namun saat ini partai Demokrat hanya memiliki 54 kursi di DPR. "Poros
Cikeas membutuhkan partai lain untuk dapat berkoalisi jika ingin mencalonkan
diri sebagai calon presiden atau wakil presiden. Partai yang sangat mungkin
bersama dengan poros Cikeas adalah Partai Amanat Nasional (PAN)," katanya.
Faktor Hatta Rajasa yang berbesanan dengan SBY bisa menjadi koalisi yang terus
berulang pada setiap pemilihan presiden. Saat ini PAN memiliki 44 Kursi di DPR.
"Jika Demokrat dengan PAN berkoalisi, poros ini tetap tidak memenuhi
ambang batas pencalonan calon presiden," tandasnya.
Dibutuhkan setidaknya satu partai lain yang ikut bergabung. Bisa saja poros ini menjadi perhatian Muhaimin Iskandar atau Cak Imim sebagai ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk ikut bergabung. "Adanya faktor kedekatan Cak Imin dengan SBY pada masa dualisme Partai Keadilan Bangsa bisa menjadi ikatan yang dirajut kembali," ujarnya.
Dia mengatakan, jika PKB yang memiliki 54 Kursi bergabung, maka poros Cikeas
akan berjumlah 152 kursi (Demokrat, PAN, PKB). Nama capres dan cawapres yang
kemungkinan besar muncul dari poros ini adalah Agus Harimurti Yudohoyono (AHY),
Hatta Rajasa atau Zulkifli Hasan, Muhaimin Iskandar (Cak Imin), hingga Erik
Tohir juga bisa masuk pada poros ini.
Poros keempat, kata dia, yakni Poros Brawijaya (Jusuf Kalla). Poros kali ini
diisi oleh Partai Golkar yang memiliki 85 Kursi di Parlemen. Mantan Wakil
Presiden Jusuf Kalla masih menjadi poros pilpres tahun 2024, kedekatannya
dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh bisa menjadi pertimbangan
terbentuknya poros keempat ini.
Jusuf kalla maupun Surya Palloh, kata dia, sama sama pernah tergabung di Partai
Golkar, sebelum Surya Paloh kemudian mendirikan Partai Nasdem pada tahun 2011.
Partai Nasdem yang memiliki 59 Kursi di DPR, apabila digabungkan dengan Golkar
akan berjumlah 144 kursi.
"Nama utama yang mencuat adalah mantan wakil presiden Jusuf Kalla, Ketua
Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, hingga Gubernur DKI Jakarta Anies
Baswedan. Selain nama-nama diatas, nama Ridwan Kamil juga bisa menjadi calon
dari Partai Golkar, karena melihat saat ini dirinya telah menjadi ketua
Kosgoro, sayap Partai dari Partai Golkar," tuturnya. ryn/snd