Irman Gusman |
Padang, Khazminang.id -- Piala Dunia Sepakbola U20 yang digelar
tahun ini sedianya akan berlangsung di Bali. Tapi penolakan pun bermunculan,
lantaran keikutsertaan tim Israel dalam laga tersebut. Gubernur Bali I Wayan
Koster bahkan bersurat kepada Menteri Pemuda dan Olahraga bahwa Pemerintah Provinsi
dan masyarakat Bali menolak penyelenggaraan sepakbola U20 kalau Israel ikut
bertanding.
“Ini menurut saya
bukan sekedar sebuah penolakan biasa, tetapi adalah dalam rangka menjaga
konstitusi kita. Spirit nasionalisme ada dalam penolakan Gubernur Wayan Koster
itu, karena ia sangat menyadari bahwa Indonesia sangat mengedepankan
antikolonialisme. Sebagian orang menganggap bahwa pertentangan Palestina-Israel
adalah pertentangan Islam-Yahudi. Tapi Wayan Koster sudah menepisnya bahwa
alasan utamanya adalah mengingat politik Indonesia yang sangat menentang keras
kolonialisme. Selama Palestina belum mendapatkan kemerdekaan dari Israel, maka
Indonesia akan menganggap penjajahan masih berlangsung terhadap bangsa
Palestina oleh Israel,” kata Ketua Dewan Pembina Pusat Kebudayaan Minangkabau,
Irman Gusman.
Kenapa tiba-tiba Ketua
DPD RI periode 2009-206 itu bicara sepakbola?
Irman pun menjelaskan
panjang lebar pandangannya, bahwa ini bukan sekedar bola. Ia pun merujuk pada
catatan sejarah betapa Bung Karno di masa susah pun tak peduli kalau Indonesia
dianggap ‘tak sopan’ sebagai tuan rumah Konferensi Asia Afrika, 1955 di
Bandung. Ketika itu, kata Irman, dengan tegas Bung Karno sebagai Presiden RI,
dengan tegas menolak usulan Menteri Luar Negeri Sunario yang memasukkan Israel
sebagai salah saru peserta.
“Kita minta
Kementerian Luar Negeri lebih tegas soal penolakan terhadap tim Israel di Piala
Dunia U20 itu. Ini soal konstitusi lho, bukan soal bisnis. Jika ada gagasan
membukakan pintu untuk hubungan bisnis antara Indonesia dan Israel, itu soal
bisnis saja. Tidak ada bendera Israel maupun lagu kebangsaan Israel berdengung.
Misalnya ketika enam orang dari Israel-Asia Center yang
dipimpin oleh Rebecca Zeffert berkunjung ke Jakarta selama enam hari pada Juli
2022 untuk mengeksplorasi peluang investasi, bisnis teknologi, dan inisiatif
dampak sosial. Silahkan saja. Beda kalau sepakbola,
dipastikan akan ada bendera Israel berkibar dan lagu kebangsaan Hatikva dinyanyikan.
Dan itu artinya Indonesia mengakui Israel, mengakui penjajahan yag dilakukannya
terhadap Palestina,” kata Irman.
Ia pun memberi contoh
tentang pentingnya penegakkan marwah Indonesia sebagai bangsa yang
anti-penjajajahan. Pengujung tahun 1950an tim sepakbola Indonesia melesat
sebagai kekuatan besar di Asia. Ramang dkk membawa tim Garuda mengalahkan RRT,
lalu lolos untuk bertanding di Stockholm. Tapi saat hendak berangkat, Bung
Karno bilang bahwa Indonesia tidak boleh berangkat kalau di Stockholm juga ikut
bertanding kolonialis Israel.
“Bayangkan betapa
menyakitkan sebenarnya bahwa kita akan kehilangan kesempatan bertanding di
Piala Dunia, yang entah kapan akan terulang itu lantaran Bung Karno melarang
timnas Garuda ikut bertanding di Piala Dunia itu karena ada tim Israel juga di sana.
Tapi betapa sangat jelas makna larangan Bung Karno itu, bahwa ‘penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemausiaan dan priadilan’,
itu ada dalam konstitusi kita, Bung Karno mengingatkan bahwa Indonesia sedang
menegakkan konstitusinya, kedaulatannya, dengan menolak tegas kehadiran Israel
di Piala Dunia Stockholm.
Irman berharap
pemerintah c.q Kementerian Luar Negeri lebih tegas soal ini. Dukungan terhadap penolakan
pelaksanaan Piala Dunia Sepakbola U20 di Indonesia (jika Israel diikutkan-red) sudah
ada dari Gubernur Bali sendiri, I Wayan
Koster dan beberapa partai politik di Senayan.
Pemerintah nampaknya
masih mendua. Seperti diungkapkan oleh Menpora Ad Interim, Muhadjir Effendy.
Menko PMK itu mengatakan bahwa dia sudah menerima surat Gubernur Wayan Koster
dan memahami maksudnya. “Tapi itu masih koma, belum titik. Kita perlu cari
solusinya juga, kareba menjadi tuan rumah itu kan kita yang minta, kita
mengajukan penawaran,” kata Muhadjir.
Sementara menurut
Irman Gusman, kini saatnya kecanggihan diplomasi Indonesia di forum
Internasional. “Apakah bisa seberani Bung Karno menolak kehadiran Israel di KAA
1955 yang Indonesia tuan rumahnya dan mengenyampingkan peluang prestisius di
Piala Dunia Stockholm,” kata Irman Gusman. (eko)