×

Iklan

DISERBU PRODUK IMPOR ILEGAL
Industri Tekstil Indonesia Menjerit, Ekspor Anjlok

15 September 2023 | 08:44:51 WIB Last Updated 2023-09-15T08:44:51+00:00
    Share
iklan
Industri Tekstil Indonesia Menjerit, Ekspor Anjlok

Jakarta, Khazanah – Saat ini industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sedang tidak baik-baik saja, melainkan menghadapi beberapa tantangan. Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja dalam acara CEO Gathering API di Jakarta, Sabtu (02/09/2023).

Jemmy menyebut, pada kuartal pertama dan kedua tahun 2023 ini, kendala terbesar terjadi karena berkurangnya permintaan ekspor, karena mayoritas anggota API di lini garmen skala manufaktur berorientasi ekspor, sehingga sangat terpengaruh oleh situasi perdagangan internasional.

Sementara itu, di perdagangan domestik, TPT berhadapan langsung dengan maraknya produk-produk import baik legal ataupun illegal yang masuk ke Indonesia.

    "Thrifting juga sangat mengganggu, dan sekarang sudah mulai ditangani oleh penegak hukum," kata Jemmy.

    Masalahnya, muncul dalam diskusi tanya jawab antara Ketua Umum API dengan para pelaku UKM mengenai potensi ketiadaan bahan atau baju untuk jualan, jika thrifting dihapus. Namun, ia menegaskan bahwa produk-produk IKM garmen sudah sangat mampu bersaing baik dari segi harga ataupun kualitas dengan produk-produk import.

    Sejumlah tantangan yang dihadapi industri TPT di dalam negeri yakni produk-produk impor legal dan illegal membanjiri pasar domestik. Data menunjukkan bahwa kenaikan impor secara volume sebesar 2,16 juta ton, secara value senilai USD 10 miliar di tahun 2022, laju kenaikan impor produk TPT sejak 2020 sampai 2022 di angka 40 persen per tahun.

    API mencatat, penurunan ekspor TPT terjadi sejak 2022 sampai dengan Maret 2023 dengan laju penurunan secara volume sekitar minus 10,78 persen. Selanjutnya, permasalahan yang dialami industri TPT terkait utilisasi permesinan di manufacture TPT dari hulu ke hilir, sampai ke level terendah yaitu sekitar 65 persen. "Rata-rata utilisasi mesin mesin di pabrik-pabrik tekstil dan produk tekstil dari hulu ke hilir, mengalami penurunan sekitar 40 persen. Jumlah mesin dan lini produksi berkurang drastis," ujarnya.