×

Iklan

KONTEMPLASI
Ibroh di Ujung Token

02 Juni 2020 | 08:10:27 WIB Last Updated 2020-06-02T08:10:27+00:00
    Share
iklan
Ibroh di Ujung Token
Yongki Salmeno

Oleh Yongki Salmeno

 

Meteran lampu di rumah kami terus mencicit nyaring seperti berpacu dengan suara jangkrik membelah keheninganmalam.  Ini hari ke tiga ia menjerit berkepanjangan. Saya melirik angka yang tertulis di meteran tersebut, 0,38. Ini berarti tak lama lagi aliran listrik dari PLN ke rumah kami akan terhenti. Kami memang tak lagi mengisi ulang kuota token listrik tersebut karena memang tak punya uang untuk membelinya.


    Saya juga sudah mencoba menghubungi PLN via WA yang konon menyediakan token bersubsidi. Meski saat ini saya dalam sulit dan terjepit, ternyata saya tidak termasuk daftar pelanggan 900 VA yang dapat subsidi. Manurut pihak PLN hal ini sesuai dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial.


    Sekitar jam 10 malam listrik di rumah kami padam, gelap gulita seketika. “Untunglah”kami punya sumber listrik cadangan, yaitu pembangkit listrik tenaga surya (solar cell). Saya segera menarik handel pemindainya untuk pindah ke listrik tenaga surya.Solar cell ini adalah bantuan dari BLPP (Balai Latihan Penyuluh Pertanian) Sumbar, karena lokasi kami sudah resmi menjadi P4S (Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadya).  Di sini memang  sering dilakukan pelatihan pertanian untuk anggota Kelompok Tani.


    Namun tentu saja listrik tenaga matahari ini punya kelemahan. Dayanya  hanya cukup untuk menyalakan sekitar 4 buah bola lampu hemat energi (LED). Sedangkan peralatan listrik dengan daya lebih besar seperti alat pemasak dan penghangat nasi, televisi dan sejenisnya terpaksa diistirahatkan sementara.


    Matinya televisi ini sempat membuat anak-anak kami cemberut. Pasalnya dua pekan belakangan mereka dimanjakan oleh program televisi. Dari pagi hingga malam selalu ada saja kanal televisi yang menyiarkan acara anak-anak, baik berupa film kartun menarik seperti Shiva yang berasal dari India, Masha dari Rusia atau Nussa yang berasal negri sendiri. Tentu ia akan merasa sangat kecewa ketika tiba-tiba tak bisa lagi menonton acara favoritnya ini.


    Memang ada alternatif lain agar tetap bisa menonton berbagai acara televisi favorit anak-anak tersebut, yaitu melalui streaming atau youtube. Namun nasib hp juga tak jauh beda dengan token listrik, sama-sama di angka nol.


    Namun yang saya rasakan disaat kami mengalami kesulitan seperti itu, Allah menurunkan rahmatNya. Meski awalnya cemberut karena tak bisa  menonton acara kesayangannya, tapi hanya berlangsung sesaat. Setelah dijelaskan masalahnya mereka nampak paham dan melupakan semua tontonan itu. Kebersamaan dan keceriaan kami membuat mereka melupakan televisi.


    Berkebun, memasak, belajar bersama, belajar Iqro,menghafat surah-surah pendek membuat hari-hari mereka selalu terisi dengan kesibukan dan keceriaan. Sambil bermain mereka mengulang pelajaran yang diajarkan.


    Sikap istri saya membuat saya makin bersyukur dan memuji kebesaran Allah. Tak sedikitpun ia mengeluh dengan keadaan kami saat ini, meski sebelumnya ia berasal dari keluarga yang berkecukupan, namun ia ikhlas menerima ujian yang kami hadapi saat ini. Rezki dari Allah terkadang memang tidak berupa uang dan harta. Berbagai kemudahan, ketenangan hati dan fikiran adalah rezki yang tak ternilai harganya.


    Rezki terkadang juga bisa datang dari arah yang tak diduga-duga. Disaat kami berada di titik nadir dan nyaris putus asa, ada-ada saja kawan yang memberikan bantuan. Kamis lalu kami terperangah karena tak punya apa-apa lagi bahan untuk dimasak.  Sorenya tiba-tiba ibu mertua menelpon, beliau minta dijemput karena kangen cucu dan ingin menginap di tempat kami.


    Berita itu tentu membuat kami senang, tapi nanti dengan apa beliau akan kami jamu karena karena kami tidak punya apa-apa untuk dimasak. Ternyata beliau telah menyiapkan berbagai sayur-mayur dan bahan-bahan untuk dimasak untuk kami. Selain itu beliau juga membawa ayam goreng balado dan rendang. Yang ini adalah kiriman salah seorang saudara yang hari itu melakukan acara syukuran atas kelahiran cucunya. Subhanallah.


    Bagi Allah sangat mudah memberi seseorang rezki yang banyak dan berlimpah, namun sangat mudah pula bagi Beliau untuk mencabutnya kembali. Mungkin hal itu pula yang terjadi pada saya. Dulu perjalanan karir saya sangat mulus dan bekerja di tempat-tempat terbaik. Tahun 1989, saat berusia 26 tahun, pernah diundang ke Istana Negara.


    Tahun 1999 membuka usaha peternakan sapi di Solok dan tahun 2004 mendirikan pabrik pakan ikan (pelet) di tempat yang sama. Namun tahun 2010 hati saya mendua, dengan mengambil pekerjaan lagi di Padang dengan harapan kedua pekerjaan ini saling mendukung. Namun kenyataannya terbalik, keduanya malah berantakan.


    Usaha peternakan sapi dan pakan ikan ternyata tidak bisa autopilot. Usaha tak jalan tanpa kehadiran kita di sana. Akhirnya usaha ini terus merugi, sapi yang sebelumnya sampai mencapai 50 ekor, makin lama makin menyusut. Sementara itu cicilan dan bunga bank terus menumpuk. Baru sadar akan dosa riba, hutang di bank saya tutup dengan menjual rumah saya dan rumah orang tua saya. Biarlah tak punya apa-apa asal terbebas dari hutang riba.


    Sejak saat itu kami mulai dari nol kilometer lagi. Memang sangat berat merintis karir atau usaha disaat umur hampir mendekat 60 tahun seperti saat ini. Namun saya yakin semua itu adalah cara Allah memanggil untuk mendekat kepadaNya. Saya malah bersyukur Allah memberi peringatan dan masih memberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Insya Allah pelan-pelan saya mulai memperbaiki dan memperbanyak ibadah. Merintis karir di dunia tidak prioritas lagi, toh rezki, jodoh dan maut Allah yang mengatur. 

    Seperti token listrik tadi, bersiap-siaplah jika sudah ada peringatan. Bila mata sudah kabur, gigi dah banyak gugur, uban sudah subur, kulit mulai kendur, itu adalah tanda peringatan. Seperti pesan token, maka buatlah persiapan sebelum lampu padam. ***