×

Iklan


Hindari Plagiat dan Duplikasi, Pers Perlu UU Hak Cipta Jurnalistik

08 Februari 2022 | 16:39:40 WIB Last Updated 2022-02-08T16:39:40+00:00
    Share
iklan
Hindari Plagiat dan Duplikasi, Pers Perlu UU Hak Cipta Jurnalistik
Ketua Dewan Pers Prof. Muhammad Nuh di acara Konvensi Media Massa dalam rangka Hari Pers Nasion al 2022 di Hotel Claro Kendari Sulawesi Tenggara

Ambil mengambil berita dengan bebas dalam dunia media digital menjadi marak. Duplikasi dan plagiat berlangsung masif, maka pers Indonesia perlu sebuah Undang-Undang Hak Cipta Jurnalistik agar karya jurnalistik terlindungi.

Kendari, Khazminang.id-- Banyak duplikasi dan bahkan menjurus pada plagiatisme di dunia pers sejak berkembangnya teknologi digital. Menurut Ketua Dewan Pers, ciptaan atau karya jurnalistik justru jadi tidak terlindungi sama sekali.

"Karena itu Dewan Pers mengajukan rancangan hak cipta jurnalistik (publisher rights) kepada pemerintah untuk dibuatkan payung hukumnya, Kita sudah serahkan rancangannya kepada pemerintah melalui Menko Polhukam," kata Ketua Dewan Pers, Prof. M.Nuh di hadapan peserta Konvensi Media Massa, dalam rangkaian Hari Pers Nasional 2022 di Kendari, Selasa (8/2)

    Kenapa sebegitu pentingnya hak cipta jurnalistik untuk diberikan payung hukum? Menurut Nuh agar ada rasa keadilan terhadap dunia jurnalistik terutama para wartawan dalam era digital ini.

    "Pada platform digital saat ini sudah seperti jamak saja orang main ambil mengambil data di media yang mana saja untuk disiarkan kembali menjadi berita yang seolah ciptaannya. Dan media yang datanya diambil tidak men daopatkan apa-apa, Maka itu dengan publisher rights itu nanti kita harapkan ada keseimbangan. Sumbernya menjadi jelas dan harus jelas," ujar mantan Mendikbud itu dalam konvensi yang berlangsung di hotel Claro, Kendari.

    Ia menegeaskan, rasa keadilan itu akan bisa ditemui nanti (apabila hak cipta jurnalistik berlaku -red) ketika media dengan platform digital itu saling berbagi. Ya berbagi beritanya tapi juga mesti berbagai manfaat profitnya. 

    Menurut Nuh, publisher rights yang sudah diserahkan ke Menkopolhukam dan juga kepada Menkominfo itu sudah berbentuk rancangan regulasinya sekaligus. Tinggal disempurnakan oleh pemerintah untuk diundangkan.

    Bagaimana sambutan pemerintah? Kata Menkopolhukam, Mahfud MD pada konvensi itu, Presiden sangat menyambut rancangan dari Dewan Pers tersebut dengan baik. Semua kementerian yang terkait sudah diperintah untuk merumuskan serta menyusun regulasi yang terkait dengan publisher rights ini.

    "Presiden sudah perintahkan agar segera dirumuskan reglasi yang nanti dapat mengatur relasi penerbit dan platform digital," ujar Mahfud.

    Mahfud yang berbicara secara virtual di konvensi tersebut mengatakan, kini para menteri terkait seang bekerja untuk merumuskan dan melakukan kajian-kajian akademis. Ia juga berharaop sama dengan apa yang diharapkan Ketua Dewan Pers M.Nuh, agar regulasi tentang hak cipta jurnalistik itu berada dalam sebuah Undang-undang.

    Tetapi Ketua Dewan Pers tidak keberatan, sementara UU itu mesti melewati Balegnas dulu, maka regulasi ini sementara boleh dalam bentuk Peraturan Pemerintah.

    "Biar ada dasar-dasar untuk negosiasi dalam hal menetapkan UU Hak Cipta Jurnalistik nantinya," ujar M.Nuh.

    Gunakan Pers untuk Kebaikan

    Sementara itu ketika berbicara tentang peranan pers, Menkopolhukam, Mahfud MD mengatakan bahwa peranan pers sangat penting untuk menuntun bangsa dan negara menuju kebaikan.

    "Mestinya tiap pejabat publik menggunakan pers untuk menuntut terjadinya diskusi yang terarah bagi satu kebaikan," katanya.

    Mahfud lalu mencontohkan ketika ia punya pikiran bagaimana menyelesaikan kasus BLBI. Maka dirinya memilih memulai dengan cara menggelar jumpa pers, lalu melepas picu diskusi tentang perlunya mengembalikan dana BLBI itu, entah bagaimana caranya.

    "Yang jelas kemudian pers menulisnya berhari-hari dan akhirnya negara bisa mengembalikan tak kurang dari Rp20 triliun dana BLBI itu setelah pers memberitakan berulang-ulang, lalu aparat hukum juga bekerja keras," kata dia.

    Menurut Mahfud MD, dalam pengarahannya kepada para menteri, Presiden Joko Widodo selalu memberi arahan agar menggunakan pers sebagai jembatan antara pemerintah dan masyarakat.

    "Presiden mengarahkan kita untuk menjadikan pers sebagai penyambung lidah penyampai informasi kepada rakyat. Bahkan Presiden meminta agar para menteri lebih banyak bicara di media atau berbicara kepada pers. Kata beliau, agar rakyat tahu menteri itu bekerja atau tidak," katanya.

    Lebih lanjut Mahfud mengatakan bahwa pers itu reflektor yang menjadi cermin sebuah negara, apa yang terjadi di tengah rakyat akan dipantulkan oleh pers. Sebaliknya apa yang dilakukan oleh pemerintah dan negara diterima dan disimak rakyat melalui cermin yang disebut pers itu.

    "Pers Indonesia telah memainkan peran yang besar dalam sejarah bangsa sebagai lembaga informasi, pendidikan, hiburan, dan sekaligus kontrol sosial. Tapi itu hanya diperankan dengan baik oleh pers yang baik, pers yang benar, pers yang jelas narasumbernya, pers yang jelas struktur kepengurusannya, jelas siapa redakturnya dan jelas siapa penanggungjawabnya," kata Mahfud. (Eko Yanche Edrie)