×

Iklan


Gerakan Boikot Produk Israel, Tidak Jadi Alasan PHK Pekerja

11 Desember 2023 | 07:57:53 WIB Last Updated 2023-12-11T07:57:53+00:00
    Share
iklan
Gerakan Boikot Produk Israel, Tidak Jadi Alasan PHK Pekerja

Jakarta, Khazanah – Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) meminta pengusaha Indonesia tidak berlebihan lantaran adanya gerakan boikot produk-produk yang terafiliasi dengan Israel menjadikan alasan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) para pekerja / buruh.

Presiden ASPEK Indonesia Murah Sumirat menilai kekhawatiran pengusaha itu terkesan lebay. Sebab menurutnya, PHK sepihak atau massal sudah banyak dilakukan sebelum adanya gerakan boikot produk Israel.

"Akar penyebab maraknya PHK massal di Indonesia bukan karena gerakan boikot Israel. Tapi terletak pada pemerintah yang membuat regulasi yang semakin memudahkan PHK dengan menurunkan nilai pesangon serta pengusaha yang semakin serakah ingin memperkaya korporasi dengan menekan biaya kesejahteraan pekerja," serunya, di Jakarta, Minggu (10/12/2023).

    Menurutnya, kampanye tersebut seharusnya bisa dimanfaatkan oleh pengusaha Indonesia, sebagai peluang untuk lebih memajukan usaha-usaha lokal asli Indonesia.

    "Jika sebelumnya orang membeli ayam goreng dan kopi di perusahaan yang terafiliasi dengan Israel, saat ini beralih lah ke ayam goreng dan kopi produk usaha kecil menengah asli Indonesia," ungkap Mirah.

    Mirah mengatakan, banyak pelanggaran yang dilakukan perusahaan yang terafiliasi dengan Israel, semisal pemberian upah minimum.

    "Pengusaha janganlah cari-cari kambing hitam, seolah-olah adanya gerakan boikot Israel ini menjadi alasan PHK massal di Indonesia," tegas Mirah.

    Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) memproyeksikan aksi boikot produk yang terafiliasi dengan Israel bisa membuat transaksi di pasar modern atau retail tergerus hingga 50 persen.

    Sekretaris Jenderal AP3MI Uswati Leman Sudi, mengatakan, lantaran mayoritas produk yang di boikot tersebut merupakan produk pareto, yaitu barang yang berkontribusi hingga 80 persen dari produksi di pasar, tetapi kontribusi terhadap transaksinya sebesar 20 persen. Seperti produk shampo, susu balita, makanan, hingga minuman ringan.

    "Pengurangan penjualan produk pareto baisanya dari isu yang kecil dan berkembang. Mungkin transaksi di pasar hilir bisa berkurang sampai 50 persen dan target ekonomi pemerintah akan sulit tercapai," kata Uswati di Jakarta, Rabu (15/11/2023). Ia mengingatkan jika hal ini terus berlanjut, maka akan berdampak meluas pada produktivitas di hulu. Selain itu, dampak terburuk dari aksi boikot ini bisa memaksa pengusaha melakukan pengurangan tenaga kerja atau PHK di sektor manufaktur, karena permintaan menurun.