Padang, Khazminang.id-- Enam orang anggota DPRD Sumbar melaporkan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang untuk penanganan Covid-19 tahun 2020 yang terjadi di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Senin (23/5).
Enam anggota DPRD Sumbar tersebut adalah Hidayat dan Evi Yandri (Fraksi Gerindra), Nurnas dan Nofrizon (Fraksi Partai Demokrat), Albert Hendra Lukman dan Syamsul Bahri dari Fraksi PDI Perjuangan yang membubuhkan tandatangannya masing-masing di atas materai Rp10.000.
Anggota DPRD Sumbar Hidayat mengatakan, dokumen laporannya sudah diterima empat pegawai KPK di ruangan pelaporan dan pengaduan masyarakat Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat, Kedeputian Informasi dan Data KPK sekitar pukul 14.00 WIB.
Dirinya langsung mengantarkan dokumen pengaduan enam anggota DPRD Sumbar tersebut ke KPK. Dari dokumen laporan materinya terkait pengadaan barang untuk penanganan covid-19 tahun anggaran 2020, sebesar Rp7,63 miliar lebih yang tidak sesuai ketentuan berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK Perwakilan Sumbar terhadap laporan keuangan Pemerintah Provinsi Sumatra Barat (LKPD tahun 2020).
“Enam anggota DPRD Sumbar yang berasal dari tiga partai melaporkan kepala BPBD Sumbar dan pihak-pihak terkait dengan pengadaan barang untuk penanganan covid-19,” katanya.
Ia menjelaskan, berdasarkan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemprov Sumbar/Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan oleh Badan Pemeriksa keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatra Barat Nomor 40.C/LHP/XVIII.PDG/05/2021 tanggal 6 Mei 2021.
“Maka menurut hemat kami, bahwa permasalahan yang menyebabkan pengadaan barang untuk penanganan covid-19 tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dan berpotensi merugikan keuangan daerah karena,” katanya dilansir langgam.id.
Ia mengungkapkan, dugaan terjadinya mark up atau pemahalan harga pengadaan hand sanitizer 100 ml dan 500 ml yang mengakibatkan indikasi kerugian keuangan daerah sebesar Rp4,847 miliar.
“Kemudian transaksi pembayaran sebesar Rp49 miliar lebih tidak sesuai ketentuan karena dilakukan secara tunai sehingga berpotensi terjadinya penyalahgunaan. Dan dari pembayaran tersebut juga terdapat pembayaran kepada pihak orang-orang tidak dapat diidentifikasi sebagai penyedia barang,” sebutnya.
Seterusnya terang Hidayat, dugaan mark up atau pemahalan pengadaan hazmat (APD premium) sebanyak 21.000 pcs, sesuai kontrak senilai Rp375.000/pcs atau total sebesar Rp7,875 miliar. Dugaan mark up atau pemahalan dalam pengadaan masker bedah sebanyak 4.000 box dan pengadaan rapit test senilai Rp275.000/pcs atau total senilai kontrak sebesar Rp2,750 miliar.
“Dugaan mark up atau pemahalan dalam pengadaan surgical gown sebanyak 15.000 pcs seharga Rp125.000/pcs sehingga total nilai kontrak sebesar Rp1,875 miliar,” bebernya.
Berdasarkan hasil temuan BPK tersebut kata Hidayat, maka pengadaan barang untuk penanganan covid-19 pada BPBD Sumbar tidak sesuai ketentuan sebesar Rp7,631 miliar lebih ini harapannya dapat diproses secara hukum oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam dokumen pengaduan ungkapnya, juga disampaikan tambahan informasi, bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Atas Kepatuhan Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020, juga terdapat temuan dalam pengadaan barang untuk penanganan covid-19 di BPBD Sumbar dengan sejumlah rekomendasi.
Rekomenasi itu kata Hidayat ialah, terdapat kemahalan harga dan kekurangan volume untuk pengadaan hand sanitizer sebesar Rp4,9 miliar. Terdapat cara pembayaran atas pengadaan barang kepada pihak ketiga sebesar Rp49 miliar lebih yang tidak sesuai dengan ketentuan karena dibayarkan secara tunai.
Kemudian sebutnya, terhadap
temuan sebagaimana tersebut pada point 3 huruf (a), (b), dan (c), DPRD Sumbar
telah menindaklanjuti melalui panitia khusus dan telah menetapkan rekomendasi
yang harus ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait.
“Termasuk meminta kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan terkait dengan pembayaran kepada pihak ketiga sebesar Rp49 miliar lebih yang tidak sesuai dengan ketentuan,” ucapnya.
Rekomendasi selanjutnya kata Hidayat, terhadap temuan sebagaimana tersebut pada point 3 huruf (a) dan huruf (b), berdasarkan pemberitaan di berbagai media massa, bahwa proses hukumnya sedang ditangani oleh Polda Sumabar.
“Untuk perkara temuan LHP awal sebesar Rp4,9 miliar yang sedang ditangani Polda Sumbar, tentu kami sangat menghormati prosesnya yang sedang berlangsung. Yang kami minta ke KPK adalah pengusutan temuan yang Rp7,6 miliar lebih,” katanya.
Dalam dokumen laporan juga
disampaikan informasi tambahan
selanjutnya, bahwa hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi
Sumbar/Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan
terhadap Peraturan Perundang Undangan oleh Badan Pemeriksa keuangan Republik
Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Barat Nomor 40.C/LHP/XVIII.PDG/05/2021
tanggal 6 Mei 2021 ini telah disampaikan BPK Perwakilan Sumbar secara terbuka
dan terbuka untuk umum pada sidang paripurna DPRD Sumbar ini.
“Bagi kami, temuan BPK ini sungguh sangat memukul rasa keadilan sosial dan ekonomi masyarakat yang sedang terdampak secara sosial dan ekonomi oleh pandemi covid-19,” katanya.
Dampaknya kata Hidayat, berpotensi memicu ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah terkait imbauan untuk taat dan disiplin menerapkan protokol kesehatan covid-19 (pakai masker, jaga jarak, cuci tangan).
“Bahkan, sering kali saat
pertemuan dengan masyarakat, kami mendengar langsung komentar rakyat bahwa
covid-19 ini tidak akan selesai-selesai karena dananya sudah dikorupsi,”
bebernya. ryn/jer/lgm