×

Iklan


Ditetapkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda, Begini Sejarah Pacu Itiak

20 Oktober 2020 | 13:11:49 WIB Last Updated 2020-10-20T13:11:49+00:00
    Share
iklan
Ditetapkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda,  Begini Sejarah Pacu Itiak
WARISAN- Itiak atau yang biasa dikenal sebagai Pacu Terbang Itiak merupakan salah satu permainan anak nagari di Kota Payakumbuh telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. (foto: Lili Yuniati)

Payakumbuh, Khazanah--  Pacu Itiak atau yang biasa dikenal sebagai Pacu Terbang Itiak merupakan salah satu permainan anak nagari di Kota Payakumbuh telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia pada sidang yang di gelar secara virtual di Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat, 6-9 Oktober 2020 lalu.

 

Dalam sidang tersebut Sumatera Barat menghadirkan delapan  karya budaya yang disidangkan.

     

    Menurut Gemala Ranti, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sumbar yang didampingi oleh Aprimas Kabid Warisan Budaya dan Bahasa, sebenarnya Sumbar mengusulkan 34 karya budaya, tapi hanya delapan karya budaya yang dapat disidangkan tahun ini.

     

    Hasilnya enam karya budaya disidangkan tanpa catatan dan 2 karya budaya disidangkan dengan catatan.

     

    Selama pemaparan delapan karya budaya tersebut juga dihadirkan maestro dari masing-masing karya budaya dan pendamping dari dinas yang membidangi kebudayaan di delapan daerah pengusul karya budaya.

     

    Dari delapan  karya budaya yang diusulkan tersebut salah satunya adalah Pacu Itiak dari Kota Payakumbuh dengan maestro yang hadir N.A Dt. Rajo Endah didampingi oleh Riswandi, Kabid Kebudayaan Dinas Pariwisata Pemuda Dan Olahraga Kota Payakumbuh beserta beberapa orang stafnya.

     

    Pemerintah Kota Payakumbuh melalui Wakil Wali Kota, Erwin Yunaz menemui langsung maestro Pacu itiak N.A Dt. Rajo Endah yang didampingi oleh Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Payakumbuh yang dalam hal ini diwakili oleh Doni Saputra, Sekretaris Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Payakumbuh.  

     

    Erwin Yunaz berharap dengan ditetapkannya Pacu Itiak ini sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia menjadikan kegiatan Pacu Itiak ini sebagai salah satu alat daya ungkit ekonomi masyarakat Kota Payakumbuh.

     

    Dengan demikian, berarti juga Pacu Itiak sudah diakui secara nasional sebagai salah warisan budaya yang ada di Kota Payakumbuh Provinsi Sumatera Barat.

     

    Ditambahkan Erwin, ke depannya adalah bagaiman lebih menggiatkan kegiatan pelestarian untuk pacu itiak tersebut, dan juga harus lebih bisa dikembangkan sehingga juga dapat meningkatkan taraf hidup dan ekonomi masyarakat baik itu pelaku dan peternak itiak khususnya itiak pacu, maupun masyarakat yang ada di Kota Payakumbuh.

     

    “Kegiatan pacu itiak bisa menjadi simbol keberhasilan panen dan peternakan sehingga kegiatan ini bisa menjadi pencerminan budaya dan ekonomi masyarakat Kota Payakumbuh," ujar Erwin Yunaz.

     

    Sejarah, Makna dan Filosofi yang Terkandung dalam kegiatan Pacu itiak bermula dari sejarah di tahun 1926 seorang petani bernama Burahan yang memiliki Itiak, tepatnya di Nagari Air Tabik Kelurahan Sicincin Mudik, Kecamatan Payakumbuh Timur.

     

    Merasa heran dengan Itiak yang dimilikinya yang bisa terbang, padahal itiak  tersebut adalah Itiak petelur, Burahan mencoba memperhatikan Itiaknya dari hari kehari, selalu suka terbang dan terbang.

     

    Lalu Burahan menceritakan tentang itiaknya yang bisa terbang ke teman-temannya yang lain. Namun tak ada satupun yang percaya.

     

    Keesokan harinya Burahan mengajak temannya itu ke sawah untuk melihat Itiaknya, maka terlihatlah kawanan Itiak yang terbang dari sawah ke sawah, setelah itu, mereka mencoba mengambil Itiak dan menerbangkannya dari atas bukit.

     

    Terdapatlah beberapa beberapa perbedaan dari bentuk, jenis, dan ciri-ciri Itiak yang bisa terbang tersebut, setelah Burahan dan temannya mencoba mengambil jenis Itiak yang lain dan diterbangkan. Ternyata jenis Itiak lain tidak bisa terbang, selain itiak petelur.

     

    Timbullah ide dari Burahan untuk menerbangkan Itiak tidak lagi di sawah, melainkan di jalan perkampungan masyarakat, ternyata Itiak tetap bisa terbang dengan baik.

     

    Burahan dan temannya mencoba mengadakan Pacu Itiak seadanya lalu mengenalkan kemasyarakat tentang kegiatan ini, tepat pada tahun 1928 dari hasil uji coba pacu Itiak dari atas bukit, dan dari sawah kesawah lalu dibawa ke jalan besar.

     

    Sejak itu diadakanlah lomba Pacu Itiak pada acara-acara besar yang ada di nagari, seperti Alek Nagari, Pernikahan, Batagak Rumah Gadang, dan alek nagari lainnya yang di iringi dengan pantun-pantun adat dan gurindam.  (Lili Yuniati)