Oleh : Devi Diany
Menyenangkan. Begitu benar rasanya perjalanan menyisir
seluruh sudut Nagari Sumpur, Kecamatan Batipuh Selatan, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Baru saja memasuki kawasan
nagari di tepian Danau Singkarak ini, langsung disambut rumah
gadang yang berjejer dalam jarak hanya beberapa meter antara yang satu dengan
yang lain.
Ada rumah gadang
keluarga artis Novia Kolopaking, rumah gadang artis Sherina Munaf, rumah gadang
keluarga sang pahlawan Khatib Sulaiman, rumah gadang Siti Fatimah yang
merupakan dosen UNP dan rumah gadang milik warga lainnya. Semua rumah gadang
itu terawat dengan baik dan dihuni oleh
pemiliknya atau keluarga besarnya.
Tak mengherankan
jika rumah gadang tersebut menjadi ikon wisata Nagari Sumpur Rumah yang mengusung
konsep wisata berbeda dari pariwisata pada umumnya. Sumpu, begitu masyarakatnya
menyebut, menawarkan kegiatan wisata
yang tidak biasa. Apa itu.?
Namanya “Kampuang
Minang Nagari Sumpu”. Wisatawan yang datang disuguhkan berbagai atraksi
kebiasaan sehari-hari masyarakat yang dikemas dalam 18 paket wisata, seperti
penampilan silat tradisional, menjala ikan bilih, menjala dari atas biduak (sampan), makan
bajamba, menyabit padi/bertanam padi, cooking class aneka kuliner
khas Sumpu seperti rendang Sumpu, pangek Sumpu, abon, singgang Sumpu dan ikan bilih, agrowisata di
kebun sawo, tracking dan rafting serta pilihan lainnya.
Ya. Nagari Sumpu menawarkan
special interest tourism atau dikenal dengan pariwisata minat khusus, yaitu
pariwisata yang mengajak wisatawan melakukan
perjalanan dan memberikan pengayaan pengalaman, pengetahuan dan sensasi
petualangan yang fokus pada aspek alam, sosial dan budaya dari daerah yang
dikunjungi.
“Daya tariknya
ada pada budaya dan
kearifan lokal masyarakat Sumpu yang menjunjung tinggi nilai tradisional. Di
antaranya, kita memiliki 68 unit rumah gadang yang usianya lebih 100 tahun
tetapi masih dihuni dan dirawat oleh pemiliknya,” ujar Direktur Utama Badan
Usaha Milik Nagari (Bumnag) Maju Basamo Nagari Sumpu, Zuherman yang menemani saat
menelusuri kampungnya.
Lebih jauh masuk
ke dalam nagari, maka akan ditemui pula pohon sawo yang
tumbuh di sekitar rumah warga. Sama dengan rumah gadang, usia pohon itu umumnya
juga lebih dari 100 tahun. Agaknya tak ada warga Sumpur yang tidak memiliki
pohon sawo di sekitar rumahnya. Daunnya yang rindang memayungi rumah warga. Ujung-ujung
ranting pohon saling bertemu satu sama lain. Tak mengherankan jika dilihat dari
Bukit Tubir, rindangnya pohon sawo memayungi nagari yang berada di kaki bukit
itu.
“Nagari
ini memiliki 5 jorong, yaitu Jorong Nagari, Jorong Kubu Gadang, Jorong Subarang
Aie Taman, Jorong Batu Baraguang dan Jorong Suduik,” kata Walinagari Sumpu, Fernando
St. Sati didampingi Tokoh Masyarakat, H. Yohanes saat ditemui di Kantor
Walinagari Sumpu.
Sebagian
jorong berada di daerah dataran tinggi di kaki Bukit
Tubir dan Bukit Kubang Cacang dalam gugusan Bukit Barisan. Sebagian lagi berada
di dataraan rendah dan berbatasan langsung dengan Danau Singkarak. Meski kedua
jorong ini berada di pinggir danau, tetapi di sekeliling rumah warga tetap
dipenuhi pohon sawo.
Sebuah sungai dengan
airnya yang jernih membelah Nagari Sumpu. Namanya Sungai Batang Sumpu yang
hulunya dari Gunung Marapi. Ketika diikuti alurnya hingga ke muara, maka
terlihat beberapa pondok berdiri di pinggir sungai. Pondok itu sebagai tempat persiapan
para nelayan yang hendak menjala ikan bilih. Untuk menjala ikan bilih, juga ada
ketentuannya, bergiliran.
Nelayan Sumpu menjala ikan bilih di muara Sungai Batang Sumpu. IST
Dikunjungi Wisatawan Mancanegara
Wisatawan yang
datang berkunjung ke nagari yang berada di
kaki Bukit Tubir dan Bukit Kubang Cacang dalam gugusan Bukit Barisan ini, tak hanya dari dalam negeri, tetapi juga wisatawan mancanegara,
seperti Amerika Serikat, Swiss, Yunani dan India. Dengan konsep wisata minat
khusus ini pula, Kampuang Minang Nagari Sumpu ditetapkan sebagai 50
Desa Terbaik pada Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021 oleh Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI. Sebuah prestasi yang luar biasa tentunya.
Setelahnya, awal 2022, nagari berpenduduk 2.031 jiwa ini mendapat
pembinaan dan bimbingan dari berbagai institusi, di antaranya Bank Indonesia (BI)
Perwakilan Sumbar, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank BRI serta Pegadaian yang membina
UMKM, kelompok tani dan kelompok nelayan tentang literasi keuangan untuk produk
mereka.
“Bank BRI dengan program Desa BRILian secara khusus masuk ke
Sumpu pada akhir 2022. BRI melakukan pemberdayaan masyarakat serta memberikan
bantuan pendidikan untuk 341 siswa SD, SMP hingga SMA,” terang Zuherman yang
merupakan putra asli Sumpu ini.
Tetapi untuk sampai ke titik saat ini, tentunya tidak mudah. Apalagi
memberikan pemahaman dan penyadaran pada masyarakat dengan tingkat pendidikan
serta sosial ekonomi yang beragam. Soal konsep pariwisata dengan daya tarik budaya dan kearifan lokal ini sama
sekali tak pernah terpikirkan ketika itu. Rumah gadang yang jumlahnya mencapai
250 unit dengan usia lebih 100 tahun, tidak terawat dan satu persatu runtuh
dimakan usia, kemudian diganti dengan bangunan permanen dan modern.
Lestarikan Rumah Gadang
Kesadaran untuk melestarikan rumah gadang itu muncul sekira
tahun 2012, dirintis oleh tokoh masyarakat Sumpu yang juga anggota DPRD
Kabupaten Tanah Datar, Kamrita yang mempelopori terbentuknya “Kampuang Minang
Nagari Sumpu”. Saat itu hanya tersisa 68 unit rumah gadang yang bisa
terselamatkan dan akan dilestarikan. Namun tak semua masyarakat setuju.
Suatu ketika pada 26 Mei 2013, terjadi kebakaran yang
menghanguskan 5 unit rumah gadang. Warga Sumpu di kampong dan di rantau
berjuang melobi Yayasan Tirto Utomo untuk membantu pembangunan kembali rumah
gadang tersebut. Alhamdulillah, Yayasan Tirto Utomo menyetujui membantu
pembangunan kembali 2 unit rumah gadang agar warisan budaya
tersebut tidak punah.
Sejak
saat itu, masyarakat mulai memahami nilai-nilai tradisional yang harus
dipertahankan, bahwa setiap sudut dari rumah warisan budaya tersebut sangat
berharga. Betapa tidak. Orang luar saja, seperti Yayasan Tirto Utomo mau keluar
uang untuk membangun kembali rumah gadang sesuai aslinya.
“Pembangunan
kembali rumah gadang itu melalui serangkaian prosesi adat, seperti maelo
kayu dari rimbo pada acara Batagak
Tonggak Tuo Rumah Gadang,” kata H. Yohanes yang akrab disapa H.
Yos ini.
Yayasan
Tirto Utomo juga membangun kembali Balai Adat Sumpu yang sudah tua dan dimakan
rayap. Balai Adat itu kini berdiri megah dengan arsitektur klasik rumah gadang
bagonjong dilengkapi dengan ukiran asli Minang.
Rumah gadang di
Nagari Sumpu memiliki sejarah dan karakter yang unik dan agaknya tidak ditemui
di daerah lain. Biasanya, dalam suatu nagari hanya ada 1 model rumah gadang.
Tetapi Nagari Sumpu memiliki 4 jenis rumah gadang, yaitu :
1.
Rumah gadang yang identik dengan Kelarasan Koto Piliang
atau disebut warga Rumah Gadang Rajo Baban Diateh.
2.
Rumah gadang yang identik dengan Kelarasan Bodi
Chaniago atau dikenal juga dengan Rumah Gadang Gajah Maram.
3.
Rumah gadang yang identik dengan Rumah Gadang Surambi
Papek Aceh, yaitu yang ada beranda di depan.
4.
Rumah gadang yang identik dengan rumah gadang di daerah
pesisir pantai seperti di Padang Pariaman yang disebut Rumah Panggung,
sedangkan di Sumpu disebut Rumah Nasi Sabaka.
Keunikan itu pula yang menarik minat beberapa
produser film untuk menjadikan
rumah gadang di Nagari Sumpu sebagai
lokasi shooting film-film terkenal,
seperti film Sengsara Membawa Nikmat dan film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.
Pokdarwis Pesona Sumpu
Wisata Sumpu mulai mendapat kunjungan pada tahun 2016. Salah
satunya rombongan wisatawan dari Mentari Intercultural School Bintaro yang
jumlahnya berkisar 60-150 orang. Mereka rutin ke Sumpu, 2 kali hingga 4 kali
setahun. Mereka menginap selama 3 hari 2 malam dan melakukan berbagai kegiatan,
seperti makan bajamba, bertanam padi di sawah, panen buah sawo atau cooking class.
“Setelah Lebaran nanti, rombongan wisatawan dari Yunani dan
Malaysia ke Sumpu. Jumlahnya sekitar 9-10 orang. Akhir tahun 2023 lalu, kita
juga kedatangan rombongan wisatawan dari Swiss, AS dan India,” ujar Zuherman
yang merupakan alumnus Pesantren Thawalib Padang Panjang ini.
Bumnag Maju Basamo mengelola wisata di Sumpu dengan
memberdayakan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pesona Sumpu. Anggota Pokdarwis
dibekali pemahaman tentang adat istiafat dan seni tradisi setempat, sehingga
saat ada wisatawan berkunjung maka mereka yang berada di garis depan,
mendampingi wisatawan dan menjelaskan dengan baik segala sesuatunya.
“Kita punya 18 paket wisata dan ada 25 orang anggota
Pokdarwis yang siap mendampingi para wisatawan berkunjung ke Sumpu,” katanya.
Perbaikan Ekonomi
Kelompok UMKM yang awalnya jalan
sendiri, kini dirangkul Bumnag. UMKM dilibatkan untuk memenuhi kebutuhan
wisatawan baik berupa kuliner maupun sovenirnya. Mereka tergabung dalam
kelompok UMKM Rumah Gadang, terdiri dari 12 UMKM bidang kuliner dan 1 UMKM
bidang krya (sovenir).
“UMKM ini yang dibina oleh OJK, BRI dan
Pegadaian, mulai dari kemasan, promosi, pasar hingga digitalisasi layanan agar
mereka memenuhi standar yang dibutuhkan konsumen dan mampu bersaing,” katanya.
Meski tak ada data khusus tentang
peningkatan ekonomi masyarakat dari pembangunan pariwisata ini, tetapi sedaknya
dapat dilihat dari keseharian masyarakat.
Jadi Role Model
Regional
CEO BRI Padang, Moh. Harsono mengatakan, desa BRILian merupakan program
pemberdayaan desa atau nagari di Sumatera Barat. Tujuannya agar nagari tersebut
menjadi role model dalam pengembangan desa, melalui implementasi praktik
kepemimpinan desa yang unggul.
Kepala
dan perangkat desa/nagari, direktur BUMDes/BUMNag dan kepala unit usahanya,
perwakilan Badan Permusyawaratan Desa/Nagari/tokoh masyarakat, perwakilan
kelompok usaha (klaster) dan/atau Ibu-ibu PKK dan pelaku usaha muda (millennial
desa/nagari, karang taruna, dan sejenisnya) adalah sasaran dari pelaksanaan
program Desa BRILian.
Melalui
program ini, dilakukan peningkatan kapabilitas pengelolaan desa/nagari untuk
memajukan desa dan BUMDes/BUMNag. Selain itu, desa/nagari dapat mengoptimalkan
seluruh potensi yang dimilikinya secara berkesinambungan.
“Selain
itu, desa/nagari dapat memanfaatkan layanan keuangan perbankan khususnya BRI
dan pengetahuan terkait penyusunan laporan keuangan, serta desa/nagari dapat
memanfaatkan teknologi digital untuk kemajuan desa baik dalam aktivitas maupun pengelolaan keuangan
desa,” jelas Moh. Harsono.
Bagi
desa/nagari yang mengikuti program ini akan mendapatkan manfaat di antaranya :
- Kapabilitas manajemen
desa meningkat
- Pendampingan secara
langsung bagi desa terpilih
- Pelatihan online gratis
untuk memajukan desa
- Berkesempatan
mendapatkan hadiah hingga jutaan rupiah
- Berkesempatan menjadi
pemenang di acara Nugraha Karya Desa Brilian
“Nugraha Karya Desa Brilian merupakan acara puncak kompetisi dan apresiasi tahunan yang diselenggarakan oleh Bank BRI bagi desa-desa BRILian terbaik di seluruh Indonesia,” ujar Moh. Harsono.
Moh. Harsono juga menyebut, bagi desa/nagari yang
tertarik mengikuti program ini, bisa mendaftar ke Mantri BRI yang nantinya akan
diusulkan oleh BRI Unit wilayah Supervisi. (**)