×

Iklan


Cara Bijak Menghadapi Kenaikan Harga BBM

26 September 2022 | 08:27:44 WIB Last Updated 2022-09-26T08:27:44+00:00
    Share
iklan
Cara Bijak Menghadapi Kenaikan Harga BBM

Oleh : Abdul Aziz

Mahasiswa PDIM Universitas Andalas Padang




     

    Sejak pekan lalu, pemerintah sudah memberi sinyal bahwa akanterjadi lagi kenaikan harga BBM. 

    Kali ini yang akan mengalami perubahan harga adalah BBM jenis Pertalite dan Solar. Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia menerangkan pada hari Jumat (12/08) bahwa harga minyak mentah dunia rata-rata bulan Januari sampai Juli telah tembus US$105 per barel, jauh di atas perkiraan di APBN 2022 sebesar US$63 per-barel.

    Dikutip dari CNBC Indonesia tanggal 11/08/2022, Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani meminta kepada PT Pertamina (Persero) untuk mengendalikan konsumsi RON 90 atau Pertalite dan juga BBM Solar Subsidi. Hal ini supaya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak mengalami tekanan.

    "Anggaran subsidi untuk minyak Pertalite, Solar itu kita akan menghadapi tekanan dari perubahan nilai tukar dan deviasi harga minyak serta volume yang meningkat. Makanya Pertamina diminta untuk mengendalikan agar APBN tak mengalami tekanan tambahan," terang Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (11/8/2022).

    Seperti kita diketahui, pemerintah sudah mengeluarkan dana subsidi untuk sektor energi dari APBN tahun 2022 senilai Rp502,4 triliun. Itu artinya, jika ada tambahan kuota BBM Pertalite dan Solar Subsidi, akan ada tambahan subsidi energi dari yang dikeluarkan pemerintah tersebut.

    Dikutip dari siaran pers Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral pada tanggal 13 April yang lalu bahwa telah direalisasi Penambahan kuota BBM subsidi sebesar  10% untuk solar dan 14% pertalite. Kalau tidak melakukan penambahan di akhir Oktober quota BBM bersubsisi akan habis.

    Ketika isu-isu kenaikan BBM diatas diperdengarkan oleh Pemerintah maka, sumpah serapah, caci maki dan berbagai bentuk umpatan dipastikan akan keluar dari mulut banyak orang sebagai pelampiasan kekesalan. 

    Kekesalan itu merupakan hal biasa karena terjadinya gangguan pada zona nyaman seseorang akibat pemberitaan yang kurang berkenan di hati mereka.

    Terlepas dari kata salah atau benar, masyarakat terlihat sudah jenuh dengan kenaikan-kenaikan BBM yang sangat berdampak langsung kepada kehidupan sehari-hari mereka. Pandemi telah memporak poranda kehidupan ekonomi masyarakat. Bahkan, data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sekitar 2.084.593 pekerja dari 116.370 perusahaan dirumahkan dan terkena PHK. Kenaikan harga kebutuhan bahan pokok yang terjadi beberapa bulan lalu belumlah usai dampaknya pada masyarakat, kini akan ada lagi kenaikan BBM jenis Pertalite dan Solar yang jelas-jelas akan berdampak langsung kepada kehidupan masyarakat bawah.

    Apa sebenarnya yang terjadi ?

    Tidakkah Negara menyayangi 75,49 juta Generasi Z dan 69,90 juta Generasi Milenial yang sedang merajut masa depannya di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat mereka cintai dan banggakan ini ? Bukankah mereka-mereka itu yang akan menggantikan para pejabat-pejabat yang berkuasa saat ini ?

    Mereka sesungguhnya sangat sadar dengan kondisi Indonesia saat ini, tapi mereka tidak mendapat informasi yang pasti tentang keadaan negaranya. Barangkali, untuk mengedepankan prinsip-prinsip transparansi yang sering didengung-dengungkan pemerintah, undanglah perwakilan-perwakilan semua Perguruan Tinggi di Indonesia untuk menjelaskan kondisi negaranya dan berdiskusi dengan mereka tentang apa yang harus dilakukan sebagai solusinya. Mahasiswa adalah para intelektual yang apabila diberi informasi yang jelas, akan cepat menyebar kepada masyarakat, karena mereka adalah wakil-wakil dari keluarga mereka sebagai rakyat Indonesia yang sedang bersekolah jauh dari keluarga. Sehingga rakyat Indonesia akan paham mengapa harus menaikan harga BBM lagi.

    Penjelasan para pejabat pemerintah pada siaran-siaran Televisi Nasional dan media elektronik dengan durasi yang sangat singkat tidak cukup berarti untuk membuat masyarakat paham akan kondisi negaranya. Ketika semua itu, diinformasikan dengan jelas kepada mahasiswa, maka dengan caranya mereka akan menyampaikan semua itu kepada semua keluarga mereka masing-masing dengan cara dan gaya yang bisa dimengerti oleh keluarganya.

    Lalu sebagai penyejuk hati kita semua, bagaimana sepantasnya kita sebagai masyarakat menyikapi hal tersebut dengan bijak? Berikut beberapa cara yang bisa ditempuh dalam menyikapi pengeluaran yang semakin besar dan berat yang  dikutip dari kompasiana.com penulis Hanna Chandra sebagai berikut :

    1. Mengurangi pengeluaran konsumtif dengan melatih diri membiasakan budaya hemat. Misalnya dengan mengubah gaya hidup, seperti terbiasa jajan di luar rumah diubah menjadi memasak sendiri, atau dengan mengurangi jajan di luar tsb. Bagi perokok yang sehari menghabiskan 2 (dua) bungkus rokok mumgkin harus dikurangi menjadi 1 (satu) bungkus atau berhenti sama sekali. Why Not?

    2. Memaksimalkan jumlah penumpang dalam satu kendaraan. Bagi yang memiliki kendaraan atau mendapat fasilitas kendaraan bisa pergi dan pulang kerja secara bersama-sama. Pengeluaran harga bensin atau solar bisa lebih ringan jika ditanggung bersama-sama. Untuk sementara, jangan lagi berpikir untuk menambah kendaraan.

    3. Menggunakan moda transportasi non BBM, misalkan sewaktu-waktu bisa dengan bersepeda atau berjalan kaki bagi yang masih kuat dan bugar. Selain bisa menghemat pengeluaran juga membuat tubuh kita mejadi sehat dan bugar.

    4. Usahakan mengurangi kegiatan keluar rumah untuk urusan yang tidak penting. Misalnya dengan mengatur waktu belanja atau rekreasi yang lebih berkualitas. Perbanyak pertemuan dengan anggota keluarga. Semakin sering kita meluangkan waktu dengan keluarga semakin baik hubungan bathin dan komunikasi sesama anggota keluarga.

    5. Mulailah bersikap dan berfikir positif, buanglah jauh-jauh sikap sinis, benci dan dongkol serta berprasangka buruk agar kita semua terhindar dari penyakit hati dan stress.

    Setia ada permulaan pasti akan ada akhirnya. Setiap datang masa kesusahan pasti akan berakhir juga dan Insya Allah akan hadir masa-masa bahagia dan kejayaan. Jayalah Negeriku, Jayalah Indonesia.