×

Iklan

SIDANG PERDANA DIGELAR
Bupati Solok Selatan Nonaktif Didakwa Terima Suap Rp3,375 Miliar dari Pengusaha

10 Juni 2020 | 21:03:56 WIB Last Updated 2020-06-10T21:03:56+00:00
    Share
iklan
Bupati Solok Selatan Nonaktif Didakwa Terima Suap Rp3,375 Miliar dari Pengusaha
Bupati Solok Selatan nonaktif, Muzni Zakaria menandatangani kalender persidangan usai mendengarkan pembacaan dakwaan dari Jaksa KPK.

Padang, Khazminang -- Bupati Solok Selatan nonaktif, Muzni Zakaria menjalani sidang perdana kasus suap yang menjeratnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Klas IA Padang, Rabu (10/6/2020).

Bupati dua periode itu menjalani sidang perdana yang dipimpin Hakim Ketua, Yose Rizal didampingi dua hakim anggota, M. Takdir Zaleka. Dia tampak langsung duduk di kursi terdakwa dengan mengenakan baju batik lengan panjang.

Dalam sidang yang dimulai pukul 10.00 WIB dan juga dilakukan secara teleconference itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan surat dakwaan kepada terdakwa setebal 15 halaman secara bergantian.

    Dalam surat dakwaan tersebut, terdakwa Muzni Zakaria didakwa  menerima uang dan barang yang secara keseluruhannya senilai Rp3,375 miliar atau setidak-tidaknya pada jumlah itu dari salah seorang pengusaha terkenal, yang tak lain merupakan bos Dempo Grup, M Yamin Kahar yang kini juga sedang menjalani proses persidangan.

    Pemberian tersebut, terkait dengan pembangunan Masjid Agung Solok Selatan dan jembatan Ambayan di Kabupaten Selatan tahun anggaran 2018.

    "Di mana perbuatan terdakwa Muzni Zakaria, bertentangan dengan kewajibannya selaku Bupati Solok Selatan," kata JPU KPK, Rikhi B.Maghaz bersama tim, saat membacakan dakwaannya.

    Lebih lanjut JPU menjelaskan, pada Januari 2018 lalu, terdakwa Muzni Zakaria mendatangi rumah Muhammad Yamin Kahar (berkas terpisah), yang merupakan bos PT Dempo Grup di Lubuk Gading Permai V,  Jalan Adi Negoro, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang.

    "Dalam pertemuan tersebut, terdakwa menawarkan paket pengerjaan kepada Muhammad Yamin dengan pagu anggaran Rp55 miliar, dan Muhammad Yamin menyanggupi. Proyek pengerjaan melalui sistem lelang. Saat mengikuti lelang tersebut, M.Yamin Kahar pun menang," jelas dia.

    Sebelum proses lelang dilakukan, kata Rikhi, orang kepercayaan Muhammad Yamin disuruh berkoordinasi dengan Hanif selaku Kepala Pengerjaan Umum (PU) Kabupaten Solok Selatan. Namun proyek tersebut, tidak dikerjakan oleh PT Dempo, tapi dikerjakan oleh perusahaan lain, karna PT Dempo mencari perusahan lain.

    Dalam dakwaan JPU, disebutkan bahwa terdakwa Muzni Zakaria memerintahkan kepala PU untuk meminta uang kepada orang kepercayaan M Yamin Kahar, yang bernama Suhand Dana Peribadi alias Wanda, dan mentransfer uang sebesar Rp25 juta dan Rp100 juta, ke rekening Nasrijal.

    "Setelah dana cair, uang tersebut dibagikan kepada istri terdakwa sebesar Rp60 juta dan dibagikan kebagian protokol pemerintah Kabupaten Solok Selatan sebesar Rp25 juta guna THR, Rp15 juta untuk kepentingan terdakwa, Rp10 juta untuk sumbangan turnamen, dan Rp5 juta untuk pembiayaan kegiatan MoU," lanjutnya.

    Selain itu, terdakwa pun juga kembali menerima uang dari M. Yamin Kahar, dengan rincian Rp2 miliar, Rp1 miliar dan Rp200 juta. Uang yang diterimanya dilakukan secara bertahap dan uang tersebut digunakan untuk membangun rumah di Jakarta.

    Tak hanya itu, terdakwa meminta kepada M.Yamin Kahar utuk dibelikan karpet masjid di toko karpet, Jalan Hiligo, Kota Padang, senilai Rp50 juta.   

    "Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dan diancam pasal 12 huruf b Undang-undang huruf b, Undang-undang RI nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan korupsi. Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI nomor 20 tahun 2001, tentang perubahan atas Undang-undang RI nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi junto pasal 64 ayat 1 KUHP," ucapnya.

    Setelah mendengarkan dakwaan dari JPU KPK, terdakwa yang didampingi dua orang penasihat hukum (PH) yang dipimpin David Fernando, mengajukan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan JPU.

    "Kami minta waktu satu minggu majelis, untuk mengajukan eksepsi," PH Terdakwa, David Fernando.

    Tak hanya itu, PH terdakwa mengaku, bahwa kliennya memiliki riwayat penyakit jantung dan harus pasang cincin (ring jantung). Sebelumnya, tim PH terdakwa mengajukan surat penangguhan permohonan, menjadi tahanan kota, karena penyakit jantung. Namun demikian, ditolak oleh majelis hakim.

    "Tahanan kota tidak bisa dikabulkan, maka tetap ditahan, kalau ditahan di rumah Anak Air, Kota Padang mungkin tidak bisa. Jika ditempatkan di Polda atau LP Muaro Padang, tetap kita serahkan ke jaksa," tegas Hakim Ketua, Yose Rizal.

    Sementara untuk eksespsi terdakwa, majelis hakim memberikan waktu satu minggu.     

    Di luar persidangan, PH terdakwa, yaitu Elza Syarief Law Office didampingi David Fernando bersama tim, menerangkan kepada awak media bahwa dakwaan itu belum sepenuhnya benar. Pasalnya, keterangan saksi harus diuji dulu di persidangan dan juga menghadirkan bukti-bukti.

    Tak hanya itu, terkait penerimaan uang, hal tersebut menurutnya adalah kekeliruan. Sebab, uang yang diterima itu adalah persoalan pinjam meminjam, karena terdakwa dan M.Yamin Kahar merupakan sahabat yang cukup lama.

    "Secara yuridis formal (nama lain dari hukum tertulis yang dibuat dan disahkan oleh pemerintah) itu ada akta perjanjian dan ada jaminan, karena terdakwa Muzni Zakaria dan M.Yamin Kahar ada rencana jual beli tanah," tandasnya.

    Sebagai informasi, ketua majelis hakim menunda sidang hingga akhir pekan, tepatnya 17 Juni 2020 dengan agenda pembacaan eksepsi dari tim penasihat hukum terdakwa. (Murdiansyah Eko)