Salah satu tungku kapur Bukit Tui Padang Panjang |
Oleh: Ir. Abdul Aziz
Ali, M.M
Dentingan martil yang menghantam kerasnya batu
kapur masih terdengar jelas ketika melewati kaki Bikik Tui di Kelurahan Tanah
Hitam, Padang Panjang. Dari kejauhan masih terlihat asap putih yang membubung
tinggi diantara bangunan menjulang di kaki bukit pertanda masih beroperasinya
beberapa tungku pembakaran kapur tohor.
Sedikitnya masih ada 8 tungku pembakaran
batukapur yang masih beroperasi di Bukik Tui dan merupakan sumber pendapatan
bagi pekerja harian yang menerima upah dari memecah batukapur, mengangkut dan
proses pembakarannya.
Sebagian besar penduduk asli Tanah Hitam masih
menggantungkan hidupnya dari keberadaan Bukik Tui yang terjal namun mengandung
deposit kapur yang sangat besar. Sebagai penduduk asli Tanah Hitam, tidaklah
mungkin mereka bisa lupa akan tragedi galodo 14 Mei 1987 yang telah menewaskan
banyak saudara dan kerabat mereka dan menelan Desa Sungai Andok dan Desa Tanah
Hitam. Tapi itulah kondisi yang harus dijalani sehari-hari oleh para penambang
batukapur demi kelangsungan hidup keluarganya.
Dari hasil penelitian yang dikutip dari e-jurnal.unp.ac.id, kawasan Bukik Tui seluas 17 Ha saja, memiliki cadangan batu kapur
sebesar 12,8 juta ton sedangkan Luas Area Pertambangan Lokal (APL) mencapai 536
Ha. Cadangan ini menunjukan potensi yang cukup besar untuk dikelola.
Batukapur Bukik Tui memang memiliki kandungan kapur
(CaCO3) mencapai 85% dan kadar keputihan mencapai 95%. Oleh sebab itu, hasil
kapur tohor Bukik Tui sangat cocok sebagai bahan baku pembuatan cat dan pemutih
kertas.
Sampai saat ini, kapur tohor Bukik Tui yang
diproduksi secara konvensional masih banyak dikirim ke Sumatera Utara dan
Pekanbaru. Jika dicermati, pabrik kertas yang ada di Pekanbaru (RAPP dan IKPP)
membutuhkan jutaan ton kapur tohor setiap tahunnya.
Lingkungan kaki Bukik Tui yang sangat padat dengan pemukiman penduduk yang dihuni oleh 350 KK, mengakibatkan sulitnya untuk melakukan pengembangan Bukik Tui sebagai penghasil kapur tohor dengan dengan skala industri. Bahaya lonsor lereng Bukik Tui yang senantiasa mengancam keselamatan penduduk yang disikapi oleh Pemda Padang Panjang dengan dikeluarkannya larangan penambangan batukapur pada lokasi tertentu.
Beberapa fakta yang tidak bisa dipungkiri :
Satu : Dari hasil investigasi yang dimuat pada JITP pada tanggal 1 Maret 2019 dijumpai banyaknya bidang lemah berupa kekar pada lereng Bukik Tui yang dapat menyebabkan terjadinya potensi longsor. Tinggi lereng terjal dengan kemiringan 75 derajat dengan ketinggian 21 m berada ditepi jalan dan pemukiman warga. Potensi lain yang dapat memicu longsoran adalah curah hujan rata-rata pertahun mencapai 3.295 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata sebanyak 235-265 hari pertahun.
Dua : Ditemukannya rekahan tanah penutup di lereng Bukik Tui sepanjang 20
meter dengan kedalaman 1,5 meter dan lebar rekahan 60 sentimeter menambah
kekhawatiran akan terjadinya longsor pada waktu tidak terduga. Rekahan yang
disebabkan terjadinya pergerakan tanah tersebut berada diketinggian 780 meter
tepat diatas ladang milik masyarakat (pasbana.com,
29 Januari 2018).
Bisa dibayangkan betapa dahsyatnya galodo yang akan timbul jika volume tanah penutup batukapur atau overburden yang demikian besar runtuh akibat hujan deras atau getaran yang disebabkan oleh gempa bumi.
Tiga: Pemanfaatan kawasan Bukik Tui saat ini masih terus berkembang. Selain dimanfaatkan sebagai Kawasan Lindung, Kawasan Pertambangan Batukapur dan Kawasan Industri Kapur, Bukik Tui juga masih dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, perkebunan dan pemukiman. Tentunya pemanfaatan kawasan Bukik Tui masih memiliki nilai yang sangat besar bagi Padang Panjang.
Kondisi penambangan batukapur di Bukik Tui
saat ini sangat tidak efisien. Hal ini dapat dilihat dari produktifitas yang
sangat rendah, dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat penambangan,
permasalahan legalitas penambangan dan tingginya resiko kecelakaan kerja.
Efisiensi tungku pembakaran juga tergolong sangat rendah akibat proses
pembakaran yang tidak sempurna.
Kompleksitas permasalahan yang ada di Kawasan
Bukik Tui, mengharuskan Pemerintah Kota
Padang Panjang masih berketatapan dalam mempertahankan
pemanfaatan kawasan Bukik Tui sebagai Kawasan Pertambangan dan Kawasan Industri
Batukapur dengan berbagai macam pertimbangan. Besarnya cadangan batukapur Bukik
Tui dan terbukanya pasar untuk penjualan kapur tohor di dalam negeri barangkali
dapat dijadikan pertimbangan agar pemanfaatan Kawasan Bukik Tui dapat dikembangkan menjadi Zona Tambang
Batukapur dan Kawasan Industri Kapur Tohor.
Agar pemanfaatan kawasan Bukik Tui lebih memberi arti bagi Padang
Panjang, sudah saat Pemko Padang Panjang menerapkan konsep Good Mining Practice.
Dimana pengembangan industri kapur tohor harus berpedoman dan memenuhi
ketentuan-ketentuan, kriteria, kaidah serta norma-norma yang tepat agar
diperoleh hasil yang maksimal dengan dampak buruk yang minimal.
Pemko Padang Panjang dapat bekerjasama dengan PT Semen Padang yang memiliki
banyak tenaga ahli penambangan dan pembakaran batukapur mengingat pabrik semen
itu juga menggunakan 80% batukapur sebagai bahan baku pembuatan semen.
Melibatkan beberapa Perguruan Tinggi yang ada di Sumatera dan Jawa seperti
Universitas Andalas, Universitas Indonesia dan Universitas Gajahmada, bahkan UNP yang juga memiliki jurusan Tambang
merupakan potensi yang dapat digunakan dalam upaya
percepatan penyelesaian konsep Good Mining Practice (GMP).
Masyarakat Bukik Tui khususnya dan Kota Padang Panjang pada
umumnya sangat menantikan agar negeri yang dicintainya juga bisa turut
berkembang dengan kehadiran Kawasan Tambang Batukapur dan Industri Kapur Tohor
modern. Generasi muda Padang
Panjang tentu juga sangat berkeinginan untuk bisa ambil
bagian sebagai pemain di era Industri 4.0 dan bukan hanya sebagai penonton. Kapur Bukit Tui, bisa berkembang pesat ke arah
itu. Pertanyaannya: mau atau tidak Pemko?
· Penulis, mantan pejabat PT Semen Padang, pernah
melakukan pembinaan industri kapur Bukit Tui