×

Iklan

KEMATIAN PENAMBANG DI SUPAYANG TAK DIUSUT
Bukaan Tambang Emas Ilegal di Solok Kian Masif, Mabes Polri Diminta Turun Tangan

01 Oktober 2024 | 16:20:44 WIB Last Updated 2024-10-01T16:20:44+00:00
    Share
iklan
Bukaan Tambang Emas Ilegal di Solok Kian Masif, Mabes Polri Diminta Turun Tangan
BUKAAN tambang emas ilegal di Kab. Solok mencapai 100 hektare lebih. Aparat penegak hukum lokal dianggap tak bergerak. Masyarakatpun berharap Mabes Polri turun tangan. IST

KOMUNITAS Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mencatat, hingga tahun 2022, Sumatera Barat kehilangan sedikitnya 7.622 hektare tutupan hutan akibat tambang emas ilegal. Secara keseluruhan, tutupan hutan Sumbar berkurang sebanyak 27.447 hektare. Selain mengubah bentang alam, tambang emas ilegal juga berpotensi menimbulkan bencana.

Padang, Khazminang.id– Tragedi longsor (orang menyebutnya bencana) di kawasan bekas tambang emas di Nagari Sungai Abu, Kec. Hiliran Gumanti, Kab. Solok, menambah catatan kelam masifnya aktivitas tambang emas ilegal di Sumatera Barat. Meski menjadi persoalan klasik yang sudah diketahui banyak orang, namun penegakan hukum terhadap kejahatan itu masih teramat minim.

Bahkan tokoh masyarakat Kab. Solok, Mevrizal, SH. MH, justru tidak sepakat jika 13 orang penambang yang tewas di Sungai Abu itu disebut sebagai korban bencana longsor. Kata Mevrizal, kejadian itu adalah sebuah bentuk kelalaian yang disengaja, yang bermula dari pembiaran, baik oleh pemerintah maupun oleh aparat penegak hukum terhadap praktik tambang emas ilegal itu sendiri.

    "Disebut kelalaian, karena peristiwa ini sudah terjadi dan berulang. Belum lama di Nagari Supayang, Kec. Payung Sekaki juga ada seorang penambang yang meninggal dunia, beberapa orang luka-luka dan patah tulang. Namun tak pernah diusut," kata Mevrizal yang juga Sekretaris Peradi Padang itu.

    Beberapa bulan lalu kata Mevrizal, pihaknya juga pernah menerima laporan dari tokoh masyarakat di daerah Tapak Kudo, Rangkiang Luluih, terkait aktivitas tambang emas ilegal yang berlangsung di daerah mereka.

    "Bahkan juga telah dilaporkan ke Polda Sumbar. Namun sejauh ini belum ada respon positif, dan bahkan sangat lambat penanganannya. Saya pikir, inilah salah satu bentuk kemungkaran itu, sehingga peristiwa itu terjadi," kata Mevrizal dikutip dari tayangan youtube Padang TV.

    Yang sangat disayangkan terang Mevrizal, masyarakat kecil yang menjadi pekerja tambang, selalu saja menjadi korban. Sementara pihak lainnya yang meraup keuntungan besar, justru tak pernah tersentuh hukum.

    "Rasanya, sangat tidak mungkin ketika alat berat berseliweran dan masuk sekian banyak ke lokasi-lokasi itu tidak diketahui oleh aparat, juga oleh Walinagari. Ini kan aneh dan sangat berbahaya sekali," ujarnya.

    Sebagai masyarakat Solok, Mevrizal mengaku prihatin ketika tidak satupun instansi yang mengaku bertanggungjawab atas tragedi tersebut. Baik itu aparat penegak hukum, pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya.

    "Semua dibiarkan saja. Tidak ada saya dengar polisi langsung bergerak dan langsung menangkap alat-alat berat yang masih bekerja di sana sampai hari ini. Mestinya, polisi harus bergerak cepat mencari akar permasalahan dan menindak semua pihak yang terlibat dalam pusaran tambang ilegal ini," ujar Mevrizal.

    "Kita ingin meminta ya, Kapolres Solok ini dicopot dari jabatannya oleh Kapolda. Kita berharap mudah-mudahan di dengar oleh Kapolda. Kita menginginkan Kapolres ini dicopot hari ini," tandas Mevrizal.

    Terakhir, mengingat semakin meluasnya praktik penambangan ilegal ini, sementara tidak satupun instansi yang menyatakan bertanggungjawab atau menyatakan akan melakukan investigasi terkait ini, maka Mevrizal berharap agar Mabes Polri turun untuk melakukan penindakan.

    "Karena kalau kita masih berharap kepada aparat kepolisian lokal (Polres Arosuka), itu sama saja dengan berharap air kembali ke mudik. Impossible sekali. Karena patut diduga, pelaku-pelaku yang mensupport kegiatan penambangan ini, juga aparat-aparat itu sendiri," pungkas Mevrizal. 

    Penegak Hukum Dinilai Gagal

    Kepala Departemen Advokasi Lingkungan Hidup Walhi Sumbar, Tommy Adam menyebutkan, data yang ditemukan dari pencitraan satelit yang dilakukan pihaknya, saat ini sedikitnya terdapat sekitar 100 hektare lebih bukaan tambang emas diduga ilegal di kawasan hutan lindung tersebut.

    "Bukaan sudah sangat masif, goresannya juga sudah sangat banyak, terutama di sepanjang aliran sub DAS Hiliran Gumanti. Ini terjadi dalam rentang waktu 2020 hingga 2024. Setiap tahun bukaannya terus bertambah, masifnya di Maret 2022," kata Tommy.

    Tragedi yang terjadi kali ini kata Tommy, merupakan akibat akumulasi krisis ekologis karena ketidakadilan dan abainya pemerintah dalam tata kelola sumber daya alam serta gagal dalam membangun ekosistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan bagi masyarakat.

    "Akibatnya, rakyat kecil dan lingkungannya selalu menjadi korban. Masyarakat harus bertaruh nyawa dan mengorbankan lingkungan untuk menghidupi keluarga," kata Tommy dalam keterangan resminya, Minggu (29/9).

    Dikatakan Tommy, tragedi di Sungai Abu ini juga menjadi fakta, bahwa penegak hukum gagal mengatasi akar kejahatan tambang ilegal di Sumatera Barat, khususnya di sepanjang aliran sungai Hiliran Gumanti Kab. Solok. Meski juga pernah dilaporkan, namun aktifitas tambang ilegal terus terjadi.

    "Pemerintah dan penegak hukum harus bernyali dan berani mengungkap ke publik tentang siapa pelaku utama dan penikmat untung besar dari siklus bisnis tambang ilegal. Mereka adalah orang-orang yang paling bertanggung jawan atas korban jiwa dan rusaknya lingkungan hidup," tegas Tommy.

    Walhi Sumbar kata Tommy, juga mempertanyakan siapa pemilik dan nama dibalik bisnis alat berat dan pasokan BBM ke tambang ilegal tersebut, siapa pemain bisnis keamanan (beking) yang menerima aliran dana sebagai alasan keamanan dan siapa pula yang mendanai dan menampung hasil-hasil tambang ilegal tersebut.

    "Siapapun mereka, harus bertanggung jawab. Bahkan, sekalipun jika mereka ada di dalam dan di sekitar kantor-kantor penegak hukum, kantor-kantor legislatif atau kantor-kantor eksekutif," ujar Tommy Adam.

    Tommy Adam menilai, sangat tidak adil jika kemudian keuntungan paling besar dari siklus tambang ilegal ini hanya di nikmati segelintir elit, yang bahkan mereka tidak menyentuh lumpur tambang sekalipun. Namun ketika terjadi bencana, justru masyarakat kecil yang menerima dampak paling besar.

    "Untuk itu, kami mendesak pihak terkait dalam hal ini aparat penegak hukum untuk segera melakukan penertiban dan pengawasan secara konsisten terhadap aktifitas tambang emas ilegal tersebut. Sehingga diharapkan peristiwa serupa di Nagari Sungai Abu tidak terjadi lagi ke depannya," ujar Tommy.

    Bukan Perkara Sulit

    Sebelumnya kepada wartawan, Kapolres Solok, AKBP Muari mengatakan, lokasi longsor merupakan tambang emas ilegal lama yang dipakai kembali. Polres sudah sempat razia dua kali dan tidak ditemukan orang di sana.

    “Pernah, kami dua kali. Setiap kami razia, alat gak ada, orangnya gak ada, kami hanya datang udah nggak ada,” katanya.

    Dia bilang, kemungkinan awalnya di tambang ini menggunakan alat berat. “Baru tiga hari ditinggal penambang lama, (datang penambang baru) bawa linggis dan alat-alat,” katanya.

    Merespon Kapolres Solok itu, Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Barat, Wengki Purwanto mengatakan, bahwa menguak dan menindak aktivitas penambangan ilegal ini, sebenarnya bukan perkara sulit. Selain mudah untuk diketahui, juga tidak diperlukan ilmu penyelidikan mendalam. Yang dibutuhkan cuma komitmen dan keseriusan aparat.

    "Mereka menggunakan alat berat, perlu pasokan bahan bakar minyak (BBM). Nah, proses memasukkan alat berat dan BBM ke lokasi itu kan tidak sembunyi-sembunyi, bahkan sangat terang benderang, bersuluh matahari," kata Wengki.

    Untuk tragedi ini katanya, pemerintah baik kabupaten dan provinsi serta penegak hukum harus bertanggung jawab. “Jangan hanya masyarakat kecil yang berada di tengah-tengah mereka yang disalahkan. Jangan sampai narasi yang berkembang, justru menambah duka bagi keluarga korban, sementara pemerintah melupakan dan acuh akar permasalahannya," ujarnya.

    Tambang emas ilegal ini kata Wengki, tidak hanya di Solok, ada juga di Pasaman Barat. “Orang-orang harus mendesak aparat penegak hukum dan pemerintah untuk menghentikan aktivitas penambangan ilegal. Selain berisiko bencana ekologis, mengancam nyawa, ini juga merupakan kejahatan," tegasnya. Ryan Syair