Oleh: Miko Kamal (Advokat dan Wakil Rektor III Universitas Islam Sumatera Barat)
Padang, Khazanah -- Pasangan calon
kepala daerah saat ini sedang berkampanye, sejak 25 Sepetember hingga 23
November 2024. Tujuannya pastilah untuk meyakinkan pemilih: Merekalah pasangan yang
paling pantas dipilih. Paling pantas dalam banyak hal, diantaranya, paling
pantas karena mereka berdua punya gagasan-gagasan yang baik dan implementatif,
dan/atau paling pantas dipilih karena mereka adalah pasangan yang serasi:
saling isi mengisi dalam kepemerintahan bila terpilih kelak.
Sayangnya, terkait "paling pantas
dipilih karena serasi" sering jarang bertemu di lapangan, setelah beberapa
lama mereka memegang jabatan. Serasinya 3 bulan 6 bulan saja. Setelah itu
mereka bertengkar, dan kepala daerah memrintah sendiri saja. Tidak semua
memang. Tapi, sebagian (besar) begitu. Banyak sekali contohnya, yang tidak usah
saya sebut satu persatu. Malu kita.
Keserasian pasangan yang berumur pendek
itu sangat merugikan rakyat. Yang dipilih itu pasangan, bukan salah seorang
dari mereka. Uang rakyat yang dihabiskan untuk memilih mereka, melalui
penyelenggara Pilkada, juga begitu: untuk pasangan. Sebab itu, untuk
kepentingan rakyat, mesti ada ikrar serasi sepanjang periode jabatan oleh para
pasangan calon.
Ikrar serasi sepanjang periode jabatan
lebih kepada kode formal dari pasangan calon saja. Kode formal itu bisa
dilanjutkan dengan ikatan teknis: berbagi tugas antara kepala daerah dan
wakilnya.
Bisa? Bisa, sepanjang pasangan calon itu
berniat baik dan berkehendak melakukannya. Secara hukum itu dimungkinkan.
Bacalah Pasal 66 ayat (2) UU No. 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah yang
merupakan perubahan kedua dari UU No. 23 Tahun 2014.
Pasal ini, intinya, berpesan bahwa wakil
kepala daerah dapat melaksanakan tugas dan wewenang yang diberikan kepala
daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah yang ditindaklanjuti oleh
mereka berdua dengan menandatangani pakta integritas.
Kongkretnya begini, misalnya, di
lingkungan pemerintah daerah ada 50 organisasi perangkat daerah (OPD). Kepala
daerah dan wakilnya saling berbagi: 40 OPD di bawah kendali langsung kepala
daerah dan 10 lainnya dikendalikan wakilnya.
Berbagi tugas dapat mengurangi beban
kerja pasangan kepala daerah. Sederhananya, beban berat dibagi-bagi. Dengan
berbagi, kepala daerah dan wakilnya akan lebih fokus bekerja. Dengan begitu,
rakyat akan lebih diuntungkan.
Tunggu apa lagi? Jika kepala daerah dan
wakilnya memang berniat baik memajukan daerah dan memberikan kentungan lebih
kepada rakyat, segeralah membuat rencana berbagi tugas. Umumkan rencana itu
kepada rakyat dari sekarang. Insya Allah itu akan jadi pertimbangan oleh rakyat
dalam menentukan pilihan pada 27 November nanti.
Kita tunggu, siapa calon kepala daerah
yang mau berbagi dan/atau tidak "mansur" alias makan surang (*).