Oleh : Dr. Fitri Alrasi, S.Ag, M.A
(Dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat)
Memahami kondisi generasi hari ini yang penuh dengan tantangan dalam mencapai kehidupan yang bahagia dunia akherat sangatlah sulit. Mereka dihadapkan pada peperangan ideologi berfikir serta penyalah gunaan teknologi yang seharusnya mampu menjadikan mereka lebih tercerahkan. Ideologi yang banyak menyepelekan ajaran agama fitrah, ideologi liberal, ideologi radikal dan lain-lain. Penyalah gunaan teknologi yang dapat menghancurkan masa depan mereka sendiri, seperti penggunaan gadget, obat-obat terlarang dan pergaulan bebas. Untuk menyelaraskan solusi yang jitu dari dinamika dan dilema tersebut, maka pendidikan Islam sangatlah berperan penting agar generasi Islam mampu mencapai kehidupan bahagia dunia dan akherat.
Apabila kita berbicara tentang tujuan pendidikan dalam Islam dipaparkan bahwa Pendidikan Islam bertujuan : 1) Terbentuknya kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi āInsan Kamilā dengan pola taqwa, 2) Menumbuhkan pola kepribadian Islam secara utuh melalui latihan kejiwaan, kecerdasan, penalaran, perasaan dan indera. Tujuan pendidikan serupa memiliki target bahagia di dunia dan akhirat dan merupakan refleksi dari perintah untuk masuk dalam Islam secara sempurna (QS. al-Baqarah: 208). Secara tegas al-Qurāan juga memberikan acuan pola hidup : āDan carilah pada apa-apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlahkamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakanā (QS. al-Qashash: 77).
Selanjutnya Rasulullah Muhammad memberikan petunjuk pelaksanaannya dengan hadisnya: āBekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selama-lamanya dan berbuatlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan meninggal esok hariā. Upaya inipun diajarkan untuk selalu dimohonkan supaya Allah memberikan kebaikan di dunia dan akhirat.
Kesempurnaan dunia dan akhirat di atas tentu saja tidak dapat dicapai dalam waktu sekejap, akan tetapi membutuhkan waktu dan tahapan yang dalam hal ini dilakukan dan dicita-citakan pendidikan dalam Islam. Sebagaimana para pemikir muslim juga berpendapat bahwa manusia untuk sampai pada kesempurnaan, insan kamil, melalui tahapan-tahapan sebagai proses yang terjadi sejak lahir sampai meninggal. Untuk mencapai generasi paripurna /insan kamil, manusia itu sendiri harus memperbaiki perjalanan spritualnya dengan tiga hal : 1) mencari pengetahuan yaitu belajar dariĀ para ulama, tokoh spritual dan tokoh agama. 2) Muhasabah (evaluasi diri) yaitu menilai diri secara rutin untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan diri. 3) Mujahadah (berjuang) yaitu berjuang untuk mencapai kesempurnaan diri melalui latihan spritual, seperti zikir, berdoāa dan mengendalikan hawa nafsu.
Sedangkan al-Ghazali dengan bahasanya yang berbeda menjelaskan bahwa orang yang sempurna adalah orang yang sampai pada level al-Kassaf(pengetahuan tertinggi yang diperoleh melalui pengintuisian hati, jiwa dan akal yang merupakan limpahan dari Allah Swt). Posisi ini hanya mampu dicapai oleh kelompok manusia ātertentuā atau kelompok khawas al-khawas( orang-orang pilihan Allah Swt). Orang yang mampu sampai pada posisi ini yaitu orang telah memahami kebenaran yang dipaparkan oleh al-Qurāan dan telah melampaui level-level sebelumnya yaitu sebagaimana manusia pada umumnya.
Adapun konsep insan kamil menurut Ibnu Arabi adalahmanusiasempurna dari sisi wujudnya dan pengetahuan.Wujud yang sempurnayang dimiliki oleh manusia adalah bentuk manifestasi dari Tuhan yang berasal daricerminan sifat-sifat Tuhan. Sifat-sifat Tuhan yang tercermin pada manusia sebagai hamba Tuhan seperti 1) Berusaha untuk selalu berbuat baik danberkasih sayang. Perilaku ini menunjukkan keimanan terhadap sifat Allah yakni ar Rahmaan (Maha Pengasih). 2) Berusaha untuk menjadi mukmin yang bertaqwa. Perilaku ini menunjukkan keimanan terhadap sifat Allah yakni ar Rahiim (Maha Penyayang) sebagai landasan untuk senantiasa bertaqwa kepada Allah Swt. 3) Senantiasa memelihara kesucian diri. Perilaku ini menunjukkan keimanan terhadap sifat Allah yakni al Quduus (Maha Suci). 4) Senantiasa menjaga keselamatan diri serta orang lain. Perilaku ini menunjukkan keimanan terhadap sifat Allah yakni as Salaam (Maha Sejahtera). 5) Menjadi orang yang dapat dipercaya serta memberikan perasaan aman terhadap sesama. Perilaku ini menunjukkan keimanan terhadap sifat Allah yakni al MuāMinu (Maha Terpercaya dan Maha Pemberi Keselamatan). 6) Senantiasa berlaku adil. Perilaku ini menunjukkan keimanan terhadap sifat Allah yakni al Adlu (Yang Maha Adil). 7) Berusaha untuk menjadi orang yang pemaaf. Perilaku ini menunjukkan keimanan terhadap sifat Allah yakni al Ghafaar (Maha Pengampun). 8) Berusaha untuk memiliki perilaku yang bijaksana. Perilaku ini menunjukkan keimanan terhadap sifat Allah yakni al Hakim (Maha Bijaksana). 9) Berusaha menjadi pemimpin yang baik. Perilaku ini menunjukkan keimanan terhadap sifat Allah yakni al Maliik (Maha Merajai). 10) Senantiasa bermuhasabah atau intropeksi diri sendiri. Perilaku ini menunjukkan keimanan terhadap sifat Allah yakni al Hasiib (Maha Pembuat Perhitungan).
Sisi pengetahuannya adalah manusia yang mencapaitingkat menyadari esensi dengan Tuhan dengan kata lain yaitu makrifat.Dijelaskan Ibnu Arabi bahwa jika ingin mencapai derajat insan kamil, makamanusia harus mencontoh Nabi Muhammad Saw dengan mengikutiajarannya. Nabi Muhammad Saw sebagai unwah bagi umat manusia semesta alam sehingga beliaulah satu-satunya yang disebut sebagai rahmatan lil āalamin, oleh sebab itu dalam mencapai insan kamil manusia yang paripurna harus mencerminkan semua sifat, amalan dan suruhan beliau.
Eksistensi manusia di dunia adalah sebagai khalifah Allah. Adapun menurutIbnu Arabi, manusia dapat menjadi sempurna apabila ia dapat memancarkan sifat-sifat ketuhanan akibat pantulan cahaya Allah yang Dia pantulkan dalam diri manusia, namun manusia kebanyakan belum mampu untuk memiliki semua itu. Manusia kadang menganggap dirinya sudah hebat dengan sendirinya tanpa menyadari itu semua adalah titipan dari Tuhannya. Disisi lain mereka memiliki fitrah yang seharusnya sejalan dengan sifat-sifat ketuhanan. Apabila manusia itu sudah mampu untuk memiliki sifat-sifat ketuhanan tersebut maka manusia itu mampu menjadi insan kamil sebagai tujuan dari pendidikan Islam.
Tujuan pembentukan insan kamil ini, jika dikontekstualisasikan pada tujuan pendidikan nasional, sebagaimana termaktub dalam Perpres Nomor 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, pasal 2, huruf b dinyatakan: āmembangun dan membekali peserta didik sebagai generasi emas Indonesia tahun 2045 dengan jiwa Pancasila dan pendidikan karakter yang baik guna menghadapi dinamika perubahan di masa depanā. Sehingga antara generasi emas atau insan kamil menjadi tujuan paripurna pendidikan di Indonesia.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News Khazminang.id. Klik tanda bintang untuk mengikuti.