SALAH satu lokasi tambang emas diduga ilegal di Kabupaten Solok. IST |
Padang, Khazminang.id-- Tambang emas diduga ilegal di Kabupaten Solok, kembali makan korban. Belasan penambang dilaporkan tewas tertimbun longsoran di lokasi bekas tambang di daerah Sungai Abu, Kec. Hiliran Gumanti, Kamis (26/9) sore. Sebelumnya, Kamis (19/9), seorang wanita pekerja juga dilaporkan tewas akibat tertimpa material batu di lokasi tambang emas ilegal di Nagari Supayang Kec. Payung Sekaki, Kab. Solok.
Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Dwi Sulistyawan, S.Ik, yang dihubungi khazminang.id via WhatsApp, Jumat (27/9), belum merespon.
Sementara hingga siang ini, Jumat (27/9), petugas gabungan dari BPBD Kab. Solok, masih melalukan pencarian dan evakuasi korban yang diduga masih tertimbun di sekitar kawasan Sungai Abu itu.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Solok, Irwan Efendi mengatakan, data sementara ada 15 orang meninggal, 11 orang sudah dibawa, 4 masih di lokasi. "Sementara 25 lainnya masih tertimbun, 3 orang luka-luka," kata Irwan Efendi, Jumat (27/9).
"Yang belum ditemukan belum dapat informasi. Proses pencarian dan evakuasi masih berlangsung," sambung Irwan.
Irwan mengungkapkan akses ke lokasi medannya sangat sulit. Waktu tempuh juga cukup lama dari perkampungan. "Jadi kami jelaskan, karena lokasi medan sangat sulit, empat jam ke lokasi dari nagari (desa)," ungkapnya.
Menurutnya tim telah bergerak ke lokasi. BPBD Kabupaten Solok masih menghimpun data pasti secara keseluruhan. "Lokasi ini merupakan tambang, menurut masyarakat setempat ada potensi emas. Semacam tambang ilegal," ujarnya.
Tewas Tertimpa Runtuhan Batu
Terkait peristiwa sebelumnya di daerah Supayang, Kec. Payung Sekaki Kab. Solok, Kamis (19/9), tiga orang korban yang tertimpa reruntuhan material batu di lokasi tambang itu, semuanya adalah perempuan. Seorang warga dilaporkan meninggal dunia, dua lainnya mengalami luka-luka dan patah tulang.
"Ada tiga orang korban pada kejadian itu. Ketiganya adalah perempuan. Satu orang meninggal dunia, sementara dua korban lainnya menderita patah tulang dan luka-luka," kata sumber media ini melaporkan peristiwa itu, Sabtu (21/9) lalu.
Sumber yang minta namanya tidak ditulis itu menyebutkan, saat ini sedikitnya sedang beroperasi sekitar 20-an lebih alat berat di beberapa titik lokasi di Supayang dan Simanau. Namun beberapa waktu pascakejadian itu, belum terlihat ada tanda-tanda tindak lanjut dari aparat dan pihak terkait. "Ada sekitar lebih kurang 29 unit eskavator," katanya.
Sumber lainnya yang dihubungi media ini, juga membenarkan peristiwa tewasnya seorang wanita pekerja tambang di lokasi tambang emas diduga ilegal di daerah Supayang tersebut.
Diketahui, kegiatan tambang emas ilegal di sejumlah daerah di Kab. Solok, khususnya di Tigo Lurah dan Payung Sekaki, memang tak lagi menjadi rahasia umum. Ironisnya, aktifitas ilegal itu seperti tidak mendapat perhatian dari pihak berwajib. Buktinya, meski sudah memakan korban jiwa, namun aktifitas tambang masih saja berlanjut.
Penangkapan dan penyitaan terhadap dua orang operator dan dua unit alat berat yang diduga tengah melakukan aktifitas penambangan di Sabalin, Nagari Supayang, Kec. Payung Sekaki, Senin (29/4/2024) lalu, juga seperti tak membuat para pelaku tambang ilegal kapok. Senyap sebentar, mereka beroperasi lagi.
"Masyarakat sebenarnya sudah sangat resah. Baik yang bermukim di sekitar lokasi tambang, maupun yang terpapar di sepanjang aliran sungai di bagian hilir. Selain air menjadi keruh, mereka juga khawatir sewaktu-waktu terjadi bencana ekologis seperti banjir, longsor dan galodo," ujar tokoh muda Kab. Solok, Wandi yang dihubungi dari Padang, Jumat (27/9).
Tangkap Aktornya
Terpisah, Direktur WALHI Sumatera Barat, Wengki Purwanto kepada pers mengatakan, aktifitas tambang emas ilegal dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup. Sehingga, proses berikutnya akan mengancam keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.
Tidak hanya itu, dampak sosial aktifitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) tersebut, juga akan memicu kemiskinan masyarakat dan kerawanan pangan.
“Terutama, tambang yang merusak sumber air dan areal pertanian pangan. Ini akan memicu munculnya beragam masalah kesehatan, karena dugaan penggunaan mercuri yang mencemari air dan areal pertanian,” katanya.
Yang tak kalah rawannya sebut Wengki, yakni terkait dampak sosial akibat aktifitas tambang ilegal tersebut. "Perebutan lahan dan pengerusakan kawasan terbukti memecah tatanan sosial di tengah masyarakat, terutama di tingkat tapak. Hal ini terjadi di daerah Sijunjung, Solok, Solok Selatan dan Pasaman,” sebutnya.
Selain itu, katanya, dampak lain akibat aktifitas tambang emas ilegal ini akan menambah beban keuangan daerah. Aktifitas tambang yang merusak kawasan hutan lindung, sepadan sungai serta jalan menjadi beban bagi negara untuk memulihkannya sedangkan para pelaku bebas menikmati hasil dari aktifitas merusak lain.
Oleh sebab itu, Wengki menegaskan tambang ilegal tidak hanya melanggar hukum Negara (UU Minerba), tetapi juga bertentangan dengan hukum Islam. “PETI merupakan sumber ekonomi yang haram. Pembiaran aktifitas PETI, sama saja dengan membiarkan ummat dalam ekonomi haram. Lihat fatwa MUI No 22 tahun 2011,” tegasnya.
Ia menyebut marak dan berulangnya aktifitas PETI, seakan menunjukkan pelaku kejahatan lebih kuat dibandingkan aparatur penegak hukum. Tentu ini tidak boleh terjadi, aktor utamanya harus dimintai pertanggungjawaban. Apalagi PETI erat kaitannya dengan bisnis alat berat dan pasokan BBM.
“Aktor-aktor intelektualnya harus ditagih tanggungjawabnya. Jangan hanya masyarakat kecil yang jadi korban dan tumbal dari lingkar ekonomi haram tambang emas ilegal itu. Hukum jangan cuma menyasar masyarakat kecil. Aktor utama yang harus dihukum. Semoga, agenda penegakan hukum atas kejahatan lingkungan ini diiringi dengan upaya pemulihan kawasan yang telah rusak,” bebernya. ryn/kmp/mgb